.
Catatan instan membawa pencatatnya ke penilaian ekspres, mungkin memuaskan hati, sesaat. Dari kata orang lain, dari sudut pandang sebelah pihak, dari berita simpang siur.
Sedangkan langsung berurusan dengan yang bersangkutan, enggak mau. Malu mungkin, sungkan perkiraan, menjaga suasana agar tetap baik baik saja, dan sederet rekaan lain.
Kenikmatan tersendiri adalah penilaian instan, dengan analisa seadanya, khayalan psikolog yang mondar-mandir di kepala, juga kadar pujian kepada diri sendiri yang dilakukan oleh diri sendiri lebih banyak porsinya dari kadar peringatan dan kewaspadaan, sejatinya obat penyembuh pahit.
Berita dari sebelah pihak, lalu langsung percaya mutlak tanpa banding dengan pihak yang berkaitan. Enggak mau ribet. Tolak ukur efisien yang, mungkin hampir tersungkur.
Ada kondisi yang bisa dibuat seolah watak, meski kenyataannya hanya buatan, tapi begitulah tolak ukur selalu punya batasnya sendiri. Apresiasi kepada diri yang belum melakukan targetnya, tentu akan berdampak besar kepala dari hasil karya yang seharusnya lebih dulu hadir dari apresiasi.
Atau apresiasi kosong? Berita simpang siur yang terlanjur masyhur pun terasa begitu dinikmati oleh sebagian besar penikmatnya, berita buruk sepertinya lebih disukai oleh beberapa orang dari berita sebaliknya.
Sehingga tolak tolak ukur yang begitu terlihat sangat dipaksakan, akhirnya menemukan kotak sampahnya sendiri, tak ada yang iba ataupun kasihan, sebab sudah dijadikan pilihan sebelum terkaan.
Lalu yang tersungkur, apa, dan mungkin siapa? Tak ada yang tersungkur, tersungkur hanya terjadi ketika tubuh melemah, jalan licin, banyak minyak juga benda-benda licin lainnya yang berpotensi membuat siapa pun yang sedang berada pada posisi itu, dan sangat mungkin tersungkur.
.
Cls, RTD, Ahad 2Juli2023, 20:46, halub
.
Bersambung ke "Etika Penglihatan Pangandaran"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H