.
4.34, salah? Pemikiran yang belakangnya menipu daya, hasilnya memukau. Kesalahan sendiri selalu jauh lebih asik ketika ditimpakan ke orang lain. Bakar hutan dengan tangan sendiri, orang lain yang dituduh, publik harus dibuat percaya, kan ada media, bayar saja seharga media sejak awal mula berdiri hingga saat ini. Menang? Di dunia, kalau nanti belum tahu.
Kamu sih enggak ngejagain aku." Bela seorang wanita yang kewarasannya sudah hilang kepada suaminya. Ajakan ke tempat pembinaan jiwa sudah, tapi ditolak, dengan alasan, "Semua itu hanya sindiran buat aku." Pembinaan mandiri sudah, tapi ditepis dengan, "Tahu kondisi enggak!?" Mata sambil melotot minta dicolok rel kereta api yang baru dihangatkan dengan lahar.
Istilah lainnya, _playing victim._ Kesalahan sendiri harus, SANGAT HARUS! Ditimpakan ke orang lain.
Banyak juga orang-orang yang membela pelaku perusak seperti itu, tentu orang-orang perusak seperti itu punya ciri khas mudah mempengaruhi orang lain agar menjadi pembelanya sepenuh hati, jiwa, dan raga.
Memang tipu daya ini seolah samar, namun kalau mau dicermati pelan-pelan dengan pernapasan 'mendengar suara yang paling terjauh' tak ada lagi yang samar. Setiap yang telah terpengaruh akan menyesal ketika kehendaknya sudah tercapai, begitulah tipu muslihat busuk itu bekerja.
Yang dipentingkan hanya: keuntungan pribadi dari segala macam aspek. Membakar hutan, mencemari laut dengan percobaan bom nuklir, mengadu domba---ketika semua itu terwujudkan---jawabannya adalah, "Kenapa aku enggak dijagain (diingatkan kalau perbuatan seperti ini salah), pembuat kesalahan besar akan selalu memaksa dirinya melihat masalah besar dari melanggar ketentuanNya adalah hal remeh dan sangat harus dihinakan.
.
Cls, RTD, Rabu 24 Mei 2023, 22:55, halub
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H