Menikam lolongan manusia dengan bermacam pembuktian. Menyelisihi jati juga diri. Meramu bahan-bahan alam, terbentang hingga semenanjung Tok Pisin, merengkuh kemsutahilan yang selalu mustahil.
Ā Ā Rekaan orang tua selalu seperti obat pereda yang tidak akan pernah menyembuhkan. Penyakit itu sudah ketentuan Yang Maha Kuasa. Menyelimuti Negeri Insulinde yang dikuasai Perompak.
Ā Ā Ayahanda berkhidmat sepenuh jiwa, sepenuh raga, ganjarannya hanya pengkhianatan yang tak pernah ada ujungnya. Selalu begitu hingga Matahari tak ada lagi.
Ā Ā Mengeraskan kepala, batu mana pun kalah, kecuali meteor. Tegas dan optimis, untuk selalu berpihak pada kesalahan.
Ā Ā Hortikultura merambat cepat, merenggut batu dari kebatuannya, lapuk merasuk mengacak-ngacak kekerasan hingga yang tinggal hanya kematian dan penyesalan.
Ā Ā Saling bantu dalam menutupi keburukan yang nyata betul buruk. Menepis setiap apa pun, yang mencoba merusak ikatan kebejatan berkedok kebaikan, keharmonisan, juga kebahagiaan.
Ā Ā Bibir selalu ramai, sibuk kikuk membela, menutupi kebobrokan komplotan dan diri sendiri. Selalu menghibur diri, dengan pernyataan paksaan, kalau diri serta komplotan, adalah makhluk-makhluk pilihan Tuhan yang paling sukses.
Ā Ā Ternyata, ada yang baru tahu, tentang arti sukses sesungguhnya adalah tinggal di ketiak mertua. Kepalang cerdas, cadas menumpas apa pun yang dianggap tak searah dan selalu membuat cemas.
Ā Ā Padahal, diri sendiri adalah benalunya benalu. Sampahnya sampah. Percaya diri menembus ambang batas Bentala. Saraf malu telah mati berjuta tahun silam.
Ā Ā *
Ā Ā Teach De Ghlanmheabhair Darurrozaq, Rabu 18 Jan 2023, 8:27, halub
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H