Mohon tunggu...
Suhadi Sastrawijaya
Suhadi Sastrawijaya Mohon Tunggu... Penulis - Suhadi Sastrawijaya

Suhadi Sastrawijaya penulis berdarah Jawa- Sunda. Hobi membaca terutama buku-buku sastra dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Pelaut yang Kecewa

2 Desember 2022   14:20 Diperbarui: 2 Desember 2022   14:27 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: gurusiana.id

Pelaut yang Kecewa
Karya: Suhadi Sastrawijaya

Benar kata seorang pujangga ternama
Aku manusia
Rindu rasa rindu rupa
Saat itu
Ketika pagi memulai sang hari
Dan hangatnya sinar mentari bercumbu dengan sang bumi
Aku menatap ujung horison itu
Berdiri di ujung dermaga
Meneguhkan segenap hati dan keimanan
Meminta restu kepada ayah bunda dengan linangan air mata
Bahteraku siap mengangkat sauh menuju lautan jauh

Kututup album masa kanakku yang penuh suka dan duka
Menyibak tirai masa depan menyongsong horison cita-cita
Laut memang selalu bergemuruh
Ombak dan arus selalu rusuh
Badai, panas dan gelombang selalu datang menerjang
Menggoyahkan jiwa raga dan keimanan
Ketika kapal harus melintasi samudera raya
Tuhan, hampir saja aku terjatuh pada palung yang amat dalam
Yang kedalamannya hampir-hampir meneggelamkan keimananku

Ternyata pelayaran tidaklah bisa selamanya
Seorang nahkoda
Suatu saat butuh dermaga
dan pelabuhan untuk melabuhkan segala rindu dan gelisah jiwanya
Dan benar kata pujangga ternama
Aku manusia
Rindu rasa rindu rupa
Aku merindu sesosok wajah  indah yang tersirat misteri dalam mimpi
Melenggang dalam bayang seperti bianglala di senja kala
Entah siapakah sosok itu
Hingga akhirnya ketika guntur membelah cakrawala
Malam semakin pekat
Berjuang antara hidup dan mati di lautan
Panggilan itu tiba
Menelisik ke relung-relung jiwa
Kemerduan lagunya laksana panggilan Ilahi dari tempat-tempat peribadatan untuk memanggil manusia bersujud di naungan cinta kasihNya
Atau serupa semerbak dupa yang menguar ke surga
yang menghaturkan puja kepada dewata
Saat panggilan itu terdengar di persada jiwa
Setetes embun surga memabasuh jiwaku
Yang kesejukannya hampir saja meluruhkan kegersangan di seluruh permukaan bumi.
Aku menyungging senyum madu
Menatap kelabu yang kini berubah jingga merona.
Ah, esok hari akan ada kisah indah
Yang keindahannya melebihi terbitnya sang mentari dan segala bintang yang bertaburan di angkasa raya
Dermaga sudah didepan mata
Pelabuhan kan segera menyambut kalbu
Benua itu tidak sejauh yang aku bayangkan
Pantai-pantai terlihat berkilau dengan jejeran nyiur yang anggun memagari garis pasir putihnya

Butir butir kebahagiaan terasa memenuhi rongga dada.
Seluruh senyuman suka cita bermekaran laksana mekarnya bunga di musim semi.
Aku memandangi pemandangan indah yang belum pernah kutemukan dalam hidupku.
Gunung yang menjulang tinggi menghijau. Anganku terpatri di sana.
Bahwa suatu hari nanti aku akan melihat dunia lebih baik di atas sana. Saat mahligai indah berhasil kubangun dan ladang-ladang menghijau dengan suburnya.
Tapi ternyata aku keliru.
Daratan yang kupijak tak ada bedanya dengan tanah neraka yang amat terkutuk.
Kebahagiaan yang kutemukan itu hanyalah sepetak oase ditengah gersangnya gurun pasir yang akan segera mengering dengan cepat.
Dan oase itu hanyalah persinggahan para penyamun yang licik dan bermuka dua.
Kini daratan itu benar-benar menjadi tanah neraka.
Hingga semua meluruh dan melenyap dari tatap
Bahteraku teronggok rapuh di pelabuhan itu. Lambung dan buritan yang penuh lubang itu
Tuhan, masih sanggup kah aku kembali melanjutkan pelayaran itu, setelah ragaku lelah tak berdaya dan bahtetaku yang amat compang camping. Sementara ombak dilautan tak pernah berdamai dengan siapapun.
Akhirnya dengan hati yang terluka aku kembali mengangkat sauh
Menuju lautan jauh
Berlayar dengan kegetiran dan entah sampai kapan aku menemukan benua kebahagiaan.

#Puisiku

Dokumen koleksi puisi elegi Suhadi Sastrawijaya
Patia, 25 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun