Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teroris dan Koruptor, Buronan yang Berbeda Nasib

16 Januari 2016   23:29 Diperbarui: 17 Januari 2016   06:32 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://pojoksatu.id/pojok-news/berita-nasional/2016/01/15/10-fakta-mengejutkan-di-balik-ledakan-bom-sarinah/3/"][/caption]

‘Konser’ teroris di Pusat Perbelanjaan Sarinah Jakarta dua hari lalu memungkinkan media televisi, online, dan radio di tanah berlomba-lomba unjuk kecekatan dan kepiawaian dalam jurnalisme bencana/musibah.

Tiap media elektronik itu membuat siaran langsung, reportase, ulasan dan wawancara, serta analisa dalam live breaking news dari waktu ke waktu. Meski ada diantara mereka yang saking bersemangatnya  kemudian terbukti melewati rambu penyiaran, dan mendapatkan teguran KPI. Berita tentang teroris mendadak sontak kembali naik daun.

Untuk sementara berita tentang korupsi tiarap. Berita panas mengenai anggota dewan cantik dari PDIP - yang ditangkap KPK karena kasus korupsi- tersisih.  Terkait terror itu Presiden Jokowi memberi pernyataan tegas, “Kita tidak boleh takut dan kalah!”. Lalu tentang korupsi?

Terorisme dan korupsi dalam bahasa hukum disebut sebagai  kejahatan kemanusiaan. Dampak yang besar dari akibat perbuatan kriminal itu  mengharuskannya ditangani secara khusus. Para pelakunya yang belum tertangkap _seberapapun banyaknya- menjadi buronan. Hanya memang nasib mereka  -para teroris dengan para koruptor- sangat berbeda.

Perbedaan, Pemberitaan

Banyak pemberitaan yang menyebutkan bahwa terduga teroris yang ditangkap,  bahkan yang sudah terbunuh atau dihukum mati memiliki perilaku sangat religius (hal yang dengan berbagai pertimbangan kemudian dilarang disebar-luaskankan). Mereka hidup beranak-isteri, memiliki pekerjaan (mungkin sekedr kamuflase), dan  bermasyarakat (meski ada pula yang sangat tertutup). Namun mereka menyembunyikan identitas asli mereka (bahkan kepada anak-isteri dan orangtua sekalipun).  

Dalam kacamata agama, mereka dapat dikatakan mengejar kehidupan akhirat. Meski kemudian mereka (entah kenapa) mengikuti pendapat yang mayoritas pemeluk agama menyatakan salah,  sesat, keji, dan kata lain serupa itu.

Sementara itu bagaimana dengan para koruptor? Adakah diantara kita yang tidak tahu bahwa mereka pun dalam keseharian sangat religius. Tidak perlu disebutkan identitasnya pun kebanyakan orang menenali mereka. Hanya barangkali bedanya, para koruptor ini lupa diri dengan hanya mengejar dunia. Mereka sedang khilaf, alpa, atau lupa, bahwa pengadilan akhirat sudah menunggu. Sengaja atau tidak ihwal religiusitas mereka hanya sekedar kedok, topeng, pencitraan, dan kamuflase sebagaimana pepatah lama ‘musang berbulu domba’.

Konon para teroris ketika tewas digambarkan dalam kondisi sedang tersenyum (foto-foto  di media online, padahal sudah diimbau untuk tidak disebar-luaskan). Entah bagaimana wajah para koruptor ketika meninggal dunia.   Bayangkanlah orang yang belum ikhlas meninggalkan dunia, karena harta-benda yang melimpah, anak-isteri yang ‘sukses’ secara sosial-ekonomi, dan rayuan pangkat-jabatan yang mati-matian diperjuangkan dengan menghalalkan segala cara. Seperti wajah orang mati terkekik, terbakar, tersambar petir, atau apa?

Perbedaan kedua:  para teroris sama bukan orang yang terkenal sampai kemudian sebuah peristiwa terjadi dan  pihak berwenang mengungkap identitas mereka. Para teroris dalam merancang dan menjalankan aksinya  dengan sembunyi-sembunyi . Mereka menyewa tempat tinggal yang tersembunyi. Mereka harus pergi ke hutan tertentu untuk latihan aneka strategi, gerak fisik, berlatih alat tempur, dan melakukan penyamaran.  Untuk menempa semangat tidak takut mati mereka pun pergi ke luar negeri, ke negeri-negeri yang sedang berperang tempat para teroris bermukim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun