Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Tantangan 100 Hari Menulis Novel) Cinta yang Menua - Bab VI – Satu

19 Mei 2016   17:15 Diperbarui: 5 Juni 2016   00:09 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
great wall of china (Sumber gambar : http://worldpainter.com/great-wall-of-china)

 Setelah bersiaran live Wasi tertegun-tegun di depan studio. Biasanya ia langsung menuju kantin untuk memesan makanan kesukaannya: sop buntut, atau iga bakar, tanpa nasi, dengan jus sirsak, dan sepotong lumpia. Tapi kali ini ia merasa tidak lapar. Pikirannya masih belum tenang. Dia merasa ada sesuatu yang kurang dengan nara sumber yang diwawancarainya tadi. Mestinya tiga orang, namun yang datang hanya dua orang. Seorang lagi sangat mendadak menyatakan berhalangan. Padahal semuanya sudah siap, bahkan materi wawancaranya sangat bagus dan sudah lama dipersiapkan oleh tim kreatif: penghidupan ekonomi yang memperhatinkan para korban kekejaman PKI.

Untuk mencari pengganti orang ketiga Wasi terpikir untuk mengundang Arjo. Itu ide yang begitu saja muncul di kepalanya. Arjo tentu bukan sebagai korban, dalam perkiraan Wasi pasti lelaki itu tidak akan kesulitan bila sekadar sebagai saksi sejarah. Atau setidaknya sebagai awam menanggapi peristiwa berdarah yang sangat kontroversial dan menyisakan banyak sisi misterius sampai sekarang itu. Siapa dalang sesungguhnya dan mengapa pembantaian besar-besaran itu harus terjadi? Serta apa yang disisakan kini sebagai akibat positif dari peristiwa itu? Apa yang akan terjadi sekarang kalau partai komunis itu dibiarkan tumbuh? Namun semua kembali ke persoalan mendasar: bagaimana kehidupan keluarga para korban kekejaman PKI sekarang?

Namun ternyata Arjo sukar dilacak berada di mana. Ia minta tolong seorang angota tim kreatif untuk mencari Arjo di pangkalan ojek sepeda onthel. Namun tidak ada. Kontak ke nomor telepon yang diperoleh dari kawan Arjo itu ternyata tidak penah sekalipun diangkat. Maka rencana pun gagl total.

“Secara programatis topik yang dipilih dalam Bincang Jelata tadi sangat bagus. Hanya sayang  narasumbernya kurang satu, ya, sehingga dengan durasi empat puluh lima menit tempo tanya-jawab terasa agak lambat dan kurang bersemangat.. . .!’ ujar Mas Dayu kepada Wasi begitu Asisten Pengarah Acara menyatakan acara selesai, dan penonton bubar.

“Selalu ada kendala yang sulit diprediksi. . . . !” sahut Wasi tak kalah kecewa.

“Tentu tim kreatif ke depan harus lebih memberi kepastian soal kesanggupan narasumber. Tapi memang namanya halangan, sulit untuk dibantah mengapa. Bahkan mencari pengganti pun tidak mudah. . . .”  tambah Mas Dayu seraya berjalan ke luar studio.

“Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi lagi.. . . . .!” jawab Wasi sambil melambaikan tangan untuk berbada arah berjalan.

Wasi melangkah ke perpustakaan dan mencari beberapa buku dan kliping koran tentang aneka kerajinan gerobak, perahu, mobil tua, sepeda motor, hingga sepeda onthel dari kayu, barang bekas, dan berbagai bahan lain.

“Tolong carikan tambahan bahan dari internet ya, Pak. Diprint sekalian, besok siang sebelum on air saya ambil. . . . .!” kata Wasi kepada seorang petugas perpustakaan. Ia mencatatkan di buku pesanan apa yang akan diprint serta untuk materi acara apa-apa. 

“Berapa judul artikel kira-kira, Neng Wasi?” ujak Pak Masto yang sudah sepuh namun masih dikaryakan menjadi pegawai perpustakaan karena pengeahuan dan pengalamannya yang luas dalam mengelola dan mengembangkan gudang ilmu itu.

“Lima atau enam saja. Carikan yang berbentuk wawancara kalau ada. Saya perlu untuk memperluas wawasan tentang produksi, pemasaran, serta etos kerja yang melatar belakangi kinerja mereka.. . . .!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun