Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Robin Williams, Bunuh Diri, dan "Bunuh Diri"

13 Agustus 2014   08:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:41 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Robin Williams, Bunuh Diri, dan “Bunuh Diri”

Robin Williams menyusul sederet panjang pesohor lain yang terenggut nyawanya atas kemauan sendiri alias bunuh diri. Begitu media memberitakan segera menjadi topik menarik pada media cetak, elektronik, hingga online dunia.

Depresi menjadi penyebabnya, itu alasan sementara. Dan agaknya memang soal tekanan kejiwaan karena kesedihan, kekhawatiran, dan ketakutan yang amat-sangat berlebihan yang paling sering menjadi pemicu banyak orang melakukan jalan pintas.

Sebagai muslim perilaku bunuh diri menjadi satu dari beberapa sikap yang paling ditentang, apa dan bagaimanapun sebabnya. Bunuh diri merupakan tindakan haram dan dosa besar. Bom bunuh diri termasuk diantaranya.

Orang berdoa siang-malam agar dijauhkan dari kesempitan pikiran, berdzikir siang-malam untuk sabar dan syukur dari cobaan kefakiran atau sebaliknya keberlimpahan, memelihara kejujuran-kesederhanaan-keikhlasan, dan banyak lagi praktek keberagamaan yang insya Allah menjauhkan kita dari depresi dan penyakit fisik maupun rohani lainnya.

***

Robin Williams tewas ditengah banyak berita kematian lain di berbagai penjuru dunia, karena perang, pembantaian, kecelakaan, bencana alam, penyakit, kriminalitas, dan tentu saja “bunuh diri”.

Orang menjerat leher sendiri hingga mati, menjatuhkan diri diri ketinggian, menyayat urat nadi, menabrakkan diri ke kereta api yang melaju, menenggak racun, over dosis obat atau narkoba, dan entah apa lagi, secara sengaja, jelas disebut sebagai bunuh diri. Diluar itu batapa banyak sesungguhnya kematian yang masuk dalam ketegori “bunuh diri”.

Banyak contoh dapat kita ketahui dari media ihwal kedua ini.

Dalam kasus kematian selama perayaan Idul Fitri 1435 Hijriah di tanah air misalnya. Terbanyak karena kecelakaan lalu-lintas oleh pengendara roda dua, dan jumlahnya mencapai sekitar 600 orang tewas. Apakah semua korban itu mengalami kematian wajar? Rasanya tidak. Dari begitu banyak sebab, beberapa diantaranya karena kesalahan diri sendiri si korban: ngebut, tidak mahir berkendaraan, nekat/tanpa prhitungan, mengantuk, kelelahan, kendaraan tidak memadai, dan ugal-ugalan!

***

Dalam bahasa agama, sikap dan perilaku ketergesa-gesaan, keteledoran/tidak-cermat, memperturutkan emosi, tidak mempersiapkan diri dengan baik, dan terutama juga menempuh bahaya yang sudah diketahui persis resikonya, adalah “bunuh diri”.

Contoh lain  yang sangat gamblang pada kasus “bunuh diri”, adalah perokok, peminum minuman keras, pezina, orang yang rakus terhadap makanan, bekerja tidak mengenal waktu dan kekuatan tubuh, dan banyak lagi.

Robin Williams boleh mati dengan caranya sendiri. Mudah-mudahan hal itu memupuk kesadaran kita untuk terus memelihara hidup dengan lebih baik agar tidak terjerumus pada tindakan bunuh diri dan “bunuh diri”. Sebab setelah kematian telah menunggu kehidupan lain yang jauh lebih panjang dan sulit. Siapapun berharap akan  mati dalam khusnul khotimah. Amin!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun