Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Puisi dan Subyektivitas Penyair

11 Desember 2015   09:55 Diperbarui: 11 Desember 2015   12:24 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Opini 

Puisi dan Subyektivitas Penyair 

Puisi semestinya bertutur tentang sesuatu yang lebih berarti, bukan sekedar kata-kata tanpa isi.  Tetapi juga perilaku, bahkan laku atau amalan tentang harapan pada kebaikan. Puisi setidaknya tulisan yang coba diwujudkan sedemikian sehingga kompak antara isi dan diksi. Mudah dicerna namun tidak kehilangan keindahan dalam rangkaian kata-katanya. Tentu di sana ada subyektivitas penyair, dan sebaliknya pada saat yang lain terbuka terhadap subyektivitas pembaca untuk menafsirkannya. 

Mengenai isi dan makna disebaliknya baru saya sadari kini, belasan tahun setelah puisi itu sendiri terangkai. Maka dengan subyektivitas pula saya coba menemukan isi puisi-puisi saya yang bertutur tentang lapar, hidayah, dan kehidupan. 

Lapar, Sabar

Soal lapar itu bukan semata bagaimana memenuhi kebutuhan tubuh, tetapi juga mengenai ibadah yang bernama puasa atau shaum. Shaum Ramadhan ditengah semangat beribadah yang terlihat riuh diantara sesama muslim/muslimah bukan hal yang sulit. Namun shaum lain, semisal shaum enam hari bulan Syawal, shaum tiga hari pada pertengahan bulan kalender Komariah, dan shaum Senin-Kamis; terasa berat dan sulit. Itu yang saya rasakan ketika masih didera rutinitas pekerjaan kantor dulu. Padahal semua itu ternyata karena lemahnya niat dan tekad serta kecilnya kemauan untuk menjalani. 

Dulu –belasan tahun lalu- saya tuliskan soal lapar itu dalam larik puisi, dan baru satu setengah tahun terakhir ini saya mampu mengamalkannya.

----

Rasakan Lapar

Kalau pernah kau rasakan lapar, sebenarnya

bukan lapar benar yang menuntunmu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun