Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Penyiksaan di Sepanjang Jalan Tol, Catatan Kecil

13 Juli 2016   17:14 Diperbarui: 14 Juli 2016   08:08 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dari arah barat menuju pintu tol brebes timur dalam penyiksaan nan sadis. Poskotanews.com

Ini bukan perkara kriminal namun mungkin sekadar kesadisan. Tapi tetap saja sesuatu yang tidak dapat ditolerir, terlebih bagi korbannya. Dan ribuan, atau bahkan puluhan ribu orang yang terjebak dalam kemacetan panjang paham belaka makna kata itu dalam konteks jalan tol.

Adalah jalan tol dari arah barat ke timur, perbatasan Provinsi Jawa Barat – Jawa Tengah. Dari tol Cipali-Kanci Pejagan hingga pintu tol Brebes Timur. Sebutan baru yang cukup populer ‘Brexit’ (ikut penamaan referendum di Inggris belum lama ini), alias Brebes Exit.  Panjangnya kurang lebih 45 kilometer. Di sana kisah penyiksaan itu terjadi, waktunya pagi-siang-malam, dua puluh empat jam sehari. Lamanya berhari-hari. Peristiwanya arus mudik lebaran  1437 Hijriah atau 2016 .

Saya dan keluarga termasuk menjadi ‘korban’. Menggunakan mobil jenis minibus, kami berangkat dari Bandung, hari Ahad (3/7) pukul 13.0) WIB dan sampai Yogyakarta hari Selasa pukul 03.00 WIB. Sekitar 38 jam diperjalanan. Macet seperti tahun-tahun lalu menjadi penyebab. Namun kali ini terasa lebih berat, lebih menyiksa. Seorang tetangga usia lanjut warga Sekemirung yang akan mudik ke Pekalongan menjadi salah satu korban meregang nyawa di tengah proses penyiksaan yang sadis, kejam, seram, dan sebutan lain entah.

Penyiksaan, Telunjuk

Entah ada yang sengaja atau tidak namun kemacetan di pintu tol Brebes Timur itu sebuah penyiksaan. Orang lain yang berbuat, atau justru diri sendiri yang terperangkap dalam situasi pelik itu. Yang pasti kombinasi rasa dan perasaan panas, capek, lapar, ngantuk, ditambah kesal dan setengah marah, bercampur aduk menjadi satu.

Sebuah penyiksaan terjadi karena para korban tidak dapat berbuah apa-apa selain pasrah dan termenung-menung setengah gila. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Bagaimana mungkin terjungkal di lubang yang sama setiap tahun? Skenario apa yang sedang diwacanakan Tuhan atas peristiwa itu?

Bertahun-tahun saya rutin tersenyum penuh pengertian setiap kali melihat para pemudik bersepeda motor yang dengan bebas merdeka melakukan sahur di siang hari bolong, di sepanjang jalan, dan dengan begitu atraktifnya.  Merokok, ngebakso, nyaoto, nyruput es campur, minimal menenggak dari botol plastik air mineral atau cairan bersoda. Saya memperhatikan dari atas mobil ber-AC dan duduk nyaman. Namun hari itu bahkan hampir semua penumpang dan pengemudi mobil memlih untuk membatalkan puasa mereka karena ‘penyiksaan’ yang bertubi-tubi tak tertahankan.

Jalan Panjang Menuju Toilet

Tentu toilet tidak hanya ada di Roma. Tapi perjuangan untuk mendapatkan toilet di tengah lajur tol yang padat, sesak, desak-desakan, dan bahkan terasa bertumpuk-tumpuk dengan mobil dan manusia yang ingin mudik itu, rasanya luar biasa berbeda. Seperti orang awam ingin betul-betul mau ke Roma sana. Rerumputan di pinggir jalan tol menjadi saksi bisu dampak penyiksaan. Muntah, pipis, b-a-b, dan hal lain semacam itu tumpah-ruah dimana-mana. Pastinya.

Siraman air dengan bau menyengat, dan bahkan ada yang membuang isi perut di tengah alam terbuka itu (terutama pada malam hari), menjadi pemandangan yang mengerikan. Jangan katakan menjijikan, karena keterdesakan dan keterpaksaan memungkinkan apa saja. Bukan hanya para cowok, juga anak perempuan, para gadis, dan kaum ibu; leluasa menumpahkan hasrat dan hajatnya dalam darurat.

Pengelola jalan tol –mungkin ini kesimpulan banyak pengguna tol- sama sekali tidak bertanggungjawab terhadap pelayanan hal-hal sepele seperti itu. Entah mereka bertugas di mana ketika itu, sedang apa, dengan siapa, dan bagaimana perasaannya. . . . entah. Belasan kilometer antrian mobil menuju pintu tol Brebes Timur dibiarkan merangkak, terseok, dan terengah-engah. Yang ada penjaja premium dengan harga selangit, pengasong bungkus mie instan, botol air mineral, nasi bungkus dan aneka makanan lain; juga para pemilik bilik tenda biru untuk aneka keperluan tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun