Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Pahitnya Masa Lalu, Jejak Orang Indonesia di New Caledonia

23 Februari 2016   01:06 Diperbarui: 23 Februari 2016   09:26 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Konjen RI di Noumea Widyarka Ryananta dengan sesepuh yang naik Kapal Biance tahun 1949 dari Indonesia menuju New Caledonia"]

[/caption]Betapapun pahit apa yang dialami seseorang pada masa lalu, mengenangnya kembali menjadi lain sama sekali rasanya. Tentu kemudian ada rasa manis, apalagi dirasakan bahwa kepahitan lalu itu bukan sebuah kesia-siaan. Begitu pun kalau saja waktu bisa dikembalikan ke masa itu pasti tidak ada yang mau menjalani menjadi buruh, kuli, atau orang kontrak semata karena harapan dari janji yang belum pasti.

Itulah sekelumit cerita yang dapat dituturkan kembali dari beberapa orang Indonesia yang meninggalkan tanah kelahiran kemudian terdampar di daratan New Caledonia. Mereka datang pada tahun 1949 yang merupakan gelombang ketiga dari rombongan-rombongan sebelumnya.

Menarik tentu mengikuti tuturan mereka. Suka-duka dan pahit-getir, serta perubahan kondisi mereka pada saat ini. Meski itu hanya bagian kecil saja dari jejak orang Indonesia di sana.

Menderita, Bahagia

Tidak sulit untuk mendapatkan cerita masa lalu mereka. Toh cerita itu sudah menjadi rahasia umum. Cerita itu bahkan disampaikan secara turun-temurun, dan menjadi ingatan kolektif di sana. Aneka cerita duka, tidak menyenangkan, sulit, dan kondisi lain yang menyedihkan itu telah berubah menjadi cerita heroik yang membanggakan  dan perlu terus dikenang. 

Seorang lelaki renta –namanya Ridwan Zainin- yang menjadi salah satu rombongan yang datang pada empat tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI itu menuturkan betapa menderitanya saat mengawali pekerjaan di pertambangan Chagrin di Propinsi Utara bersama para pekerja dari Indonesia lainnya. Kerja keras di lokasi yang terpencil dengan sarana-prasarana yang seadanya harus dijalani dengan ketabahan luar biasa. Begitu pun akhirnya ia menyerah.

"Saya hanya bertahan 6 bulan, kemudian lari pindah kerja sebagai buruh kontrak pertambangan nikel di Noumea", tuturnya.

Pada usia menjelang 87 tahun saat ini, Ridwan Zainin dapat menikmati hidup bahagia bersama seorang istri keturunan Jawa kelahiran New Caledonia. Dari seorang diri di rantau kini ia memiliki keluarga besar dengan 5 orang putra, ditambah 5 orang cucu dan 7 orang cicit.

[caption caption="Konjen RI Noume berbincang dengan Ridwan Zainin (salah satu sesepuh)"]

[/caption]Harapan, Berkecukupan

Harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik ternyata tidak dengan begitu saja terwujud. Kekecewaan dan nyaris putus-harapan pernah dirasakan oleh Walad, alias Kasir. Ia kelahiran Cirebon pada tahun 1929.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun