Terkait dengan ganasnya kehdiupan di kota Jakarta, dulu populer ungkapan ‘kejamnya ibu tiri tidak sekejam ibukota’. Maknanya bahwa ibukota jauh lebih kejam daripada ibutiri. Dan kini terkait dengan upaya pemberantasan pungli, rasanya pas sekali bila dijabarkan dengan ungkapan ‘kejamnya pungli, kejamnya Jokowi’.
Pungli jelas kejam, sangat kejam bahkan. Kalau mau urus KTP dan urusan lain jangan harap mendapatkan sekadar senyum kalau kita bersikeras hanya mengucap ‘terima kasih’ ketika urusan selesai. Kalau mau masuk sekolah favorit pasti tidak cukup dengan bermodal ‘terima kasih’. Begitu pun untuk banyak urusan lain: bikin SIM/STNK, bikin perizinan,urusan kepegawaian, dan banyak lagi.
Mereka yang mengurusi akan menyindir kita dengan membalas bahwa ‘terima kasih’ itu tidak membuat kenyang. Lalu apa? Amplop, upeti, uang rokok, uang administrasi, biaya pengurusan, dan seribu satu nama lain. Pungli!
Namun itu raanya belum seberapa, bandingkanlah kemudian dengan kejamnya Jokowi. Â Ia dengan kekuasaanya begitu semena-mena mematikan banyak kehidupan pegawai, karyawan, pejabat, guru, wartawan, polisi, dan sebut apa saja profesi yang lain pelaku pungli. Mereka dibuat mati perlahan-lahan sebab lahannya dipangkas, diawasi, dicurigai, akhirnya ditangkap, dipecat, dan bukan tak mungkin kemudian dipenjarakan. Biasa hidup mewah, melimpah, serba berlebih, kemudian harus apa adanya dan sengssara. . .. . . Sunguh kejam.
Itu yang diberitakan media. Ada 9 orang kepala sekolah (3 Kepala SD dan 6 Kepala SMP) di Kota bandung yang dipecat. Kemduian 5 kepala sekolah SMA terancam tindakan serupa. Mereka para kepala sekolah SD-SMP-SMA Negeri favorit (1). Pasti mereka merupakan orang-orang yang berprestasi dalam meniti jenjang kariernya. Namun tiba-tiba saja, seperti terkena sambaran halilintar, pecat. Kejam, sangat kejam!
Jokowi sangat kejam. Pencitraannya dengan mengikuti proses operasi tangkap tangan di kantor Kemenhub lalau (11/10/16) sungguh diluar nalar sehat. Lebih keterlaluan lagi ternyata peristiwa itu dijadikan momentum dengan berbuat kejam untuk memberantas pungli sampai nilai 10 dan 20 ribu rupiah saja. Kejam, sadis, keblinger!
Maka hari - hari ini media ramai memberitakan  tentang berbagai kasus yang terungkap serta juga penindakan bagi pelaku pungli di berbagai daerah di tanah air. Sementara media gencar melaporkan berbagai tindak pungli, sampai lupa diri bawah awak media pun menjadi pelaku aktif tindak kriminal itu.
Sebuah koran di Lampung memberitakan ‘Diduga memeras Kepala Sekolah, Empat oknum wartawan diamankan’ (2). Foto keempatnya dipajang gamblang, tanpa  diblur atau ditutup matanya seperti ketentuan pemberitaan karena statusnya masih tersangka.
Jangan-jangan kepala sekolah yang dipecat itu melakukan pungli karena diperas oleh Wartawan? Jangan-jangan wartawan memeras untuk mendapatkan uang yang akan dipergunakan untuk memasukkan anaknya ke sekolah favorit? Jadi agak sulit juga siapa yang kejam dan siapa yang menjadi korban kekejaman.
Masih banyak lagi cerita dan cerita tentang kejamnya pungli dan kejamnya Jokowi terhadap para pelaku pungli. Bahkan sejumlah oknum Polisi pun tak urung terkuak melakukan praktek tidak senonoh itu. Apa yang selama ini dianggap sebagai hal lumrah dan biasa saja, kini diurusi Jokowi. Apa saja yang selama dianggap hal sepele-remeh-kecil ternyatda dampaknya luas-besar dan tidak main-main. Maka tak heran Jokowi coba melakukan pemberantasan dari akarnya. Sungguh luar biasa kejam apa yang dilakukan Jokowi itu. . . . . !
Masyarakat luas pun diberi kesempatan untuk berpartisipasi. Untuk memudahkan partisipasi masyarakat, Pemerintah membuka beberapa saluran komunikasi yaitu melalui :(1) situs saberpungli.id – (2) SMS 1193 – (3) Center 193 (3)