Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(HUT RTC) Cerita Pagi Seuntai Puisi

5 Maret 2016   15:50 Diperbarui: 7 Maret 2016   09:46 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="model rumah pedesaan sederhana "][/caption]

Minggu pertama, terinspirasi  Puisi Taufik Ismail ‘Dengan Puisi Aku’

Boleh saja bertengkar dan berkelahi, saling mencakar dan melukai. Tapi pasti akan menyesal nanti. Kalian bersaudara kandung. Kenapa tidak menunjukkan perbedaan dengan saling memahami dan mengikhlaskan. . . .!”  kata Ayah tegas disela persiapan pergi mengajar.  Ia coba melerai ketiga anaknya  yang gaduh pagi itu.

Suasana sebelum berangkat ke sekolah selalu begitu. Setelah sholat subuh berjamaah. Mereka beradu cepat masuk kamar mandi. Saling lempar tanggungjawab menyapu dan membersihkan kamar tidur. Dan kemudian akan beralih ke masalah seragam sekolah dan sarapan.

Tentu Ayah tak bosan mengulang nasehatnya. Sedangkan ibu tak sempat lagi berkata apa-apa. Kesibukan di dapur mengharuskan Ibu bekerja saja.

Beruntung anak-anak  tidak membantah ucapan Sang Ayah. Mereka segera menyurutkan ego masing-masing. Lalu saling lirik, coba tersenyum , menjulurkan lidah.

Keluarga sederhana itu pun duduk di meja makan. “Ibu sudah membagikan sarapan kalian. Anak SD dan anak SMA berbeda ukurannya. Harus saling pengertian. Dadar telur ayam dua butir, ditambah sayur dan sedikit tepung untuk lima orang. Tidak ada yang protes ‘kan?” ucap Ibu kemudian.

Ketiga anak mengangguk. Juga bapak. Mereka tersenyum. “Ayo kita berdoa. Doa makan. . .  .!” ujar Ibu lirih, dengan pelupuk mata berlinang. Alangkah indah seuntai puisi pagi ini, serunya dalam hati.

Bandung, 5 Maret 2016

===

Puisi Taufik Ismail

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun