Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ganjar Pranowo di UNS, dan Ihwal Debat

24 April 2015   11:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429850069782561037


Gubernur Jateng Ganjar Pranowo (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)

Diberitakan pada banyak media, baik cetak maupun elektronik dan online, bahwa Gubenur Jateng Ganjar Pranowo melayani debat terbuka dengan mahasiswa dalam kunjungannya ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS di Surakarta, Kamis (23 April 2015). *)

Tentu peristiwa ini bukan yang pertama, mungkin juga telah dilakukan oleh pejabat publik lain. Namun membaca antuasime mahasiswa dalam kegiatan itu rasanya sangat baik bila dapat dilakukan secara rutin. Debat itu berpotensi membuka persamaan pemahaman. Karena dengan debat terjadi buka-bukaan, berani dibuka, saling membuka, dan terlebih juga supaya banyak masalah menjadi relatif terbuka untuk pembahasan, terlebih untuk dunia akademis.

Selama ini banyak pejabat publik hanya melakukan orasi ilmiah, atau mengisi stadium generale, atau mengajar di kampus. Sifatnya tidak lebih dari komunikasi satu arah. Bukan dalam format debat, yaitu memposisikan diri sejajar antara para pihak dalam mengupas  dan coba memecahkan satu persoalan.

Masih pada berita yang sama, berbagai permasalahan yang dibahas pada debat terbuka itu antara lain, mengenai isu politik nasional, pertanian, infrastruktur jalan di Jateng hingga pro-kontra rencana pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang.

Cara dan Gaya

Lepas dari pelaksanaan dan permasalahan yang diperdebatkan itu,  pelaksanaan debat betapapun memiliki banyak sisi positif yang perlu ditiru, dimasyarakatkan, bahkan dibudidayakan. terlebih saat ini makin banyak saa persoalan dan makin terbukanya ruang-ruang perbedaan. Jangan sangka pada perseorangan, keluarga, lingkup masyarakat/warga, lembaga swata/Pemerintah dan sebut saja lainnya, yang tampak dalam kondisi diam-tenang-sejuk, tidak menyimpan gejolak-gelegak maupun bara didalamnya.

Manfaat adu argumentasi dengan kepala dingin makin besar saja. Syaratnya tidak mengklaim diri paling benar, mengetahui lebih luas posisi sendiri maupun lawan, juga memahami sisi benar dan salah dari kedua pihak yang berdebat.  Pendeknya, empati dan simpati bukan tidak mungkin mencuat kuat bila debat dikelola dengan tepat dan sehat.

Tentu saja debat tidak harus berakhir dengan kesamaan pendapat. Banyak peristiwa yang menunjukkan bahwa pihak-pihak yang berdebat -bisa saja lebih dari dua pihak- bersepakat untuk tidak sepakat, setuju untuk saling berbeda, dan istilah lain serupa itu.

Ruang sidang, dan Lomba Debat

Dalam banyak kasus perdebatan, baik di ruang sidang pengadilan (hakim, jaksa, pembela, terdaksa, saksi-saksi), penilaian/penjurian dalam lomba/sayembara/seleksi, dalam sidang ujian lisan (dosen/tim penguji, mahasiswa), pada sebuah rumah-tangga (antara suami, isteri, mertua, anak-anak, keponakan),  dan banyak lagi. Gaya debat pun kiranya perlu diketahui, dan dipahami bersama, agar debat tidak berubah menjadi adu ngotot/otot, kerusuhan, anarkhis,  serta tawuran. Gaya debat parlementer salah satunya.

Berbagai acara televisi telah mengusung format debat itu. Hanya saja pihak yang berdebat hampir selalu yang berkepentingan -terbuka atau tersembunyi-, sehingga yang bersangkutan akan habis-habisan mencari pembenaran  atas posisinya. Yang tak kalah menarik, moderator dan stasiun televisi penyelenggara debat dengan latar-belakang kepemilikannnya ikut mempengaruhi. Hal itu yang menjadikan arah dan pelaksanaan debat cenderung tidak fair.

Penutup

Ganjar Pranowo terlepas dari nilai kualitas dan kuantitas dalam debatnya dengan mahasiswa UNS betapapun sebuah terobosan menarik.

Dalam Islam orang berdebat dibatasi, karena dikhawatirkan justru akan memperuncing perbedaan dan permusuhan. Orang yang selalu mendebat disebut sebagai orang zalim, dan juga ciri bodohnya orang alim. Beberapa syarat debat menurut Islam, diantaranya ikhlas semata-mata guna membela dan meninggikan kalimat Allah; dan untuk menemukan kebenaran dengan argumentasi yang berdasarkan nash Al-Qur’an dan Hadits, bukan untuk menghinakan atau merendahkan.

Akhirnya, debat untuk keperluan tertentu memang perlu, namun syarat-syarat debat harus dipenuhi.  Demikianpun sebaik-baik orang bicara adalah mengenai kebenaran, jika tidak, lebih baik berzikir atau diam. Mari kita saling mengingatkan mengenai hal itu. Wassalam.

==

Sumber tulisan/gambar:

http://www.antaranews.com/berita/492541/ganjar-meladeni-debat-terbuka-dengan-mahasiswa-uns

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun