Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(FITO) Selingkuh, Pemulung, dan Jodoh

24 Agustus 2016   01:22 Diperbarui: 24 Agustus 2016   02:06 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perempuan pemulung, mengais rezeki halal

Tiga hari saja, tidak lebih, dan itu tidak mudah. Seperti orang bermain-main, tapi entah kenapa begitu menantang. Aku ingin membuktikan tidak seperti prasangka buruk mereka.

***

Kami baru dua minggu pacaran. Lelaki itu, jelang dua lima. Tiga tahun lebih tua dariku. Ia seorang pengusaha muda yang tidak menarik, tampak bodoh dan kekanak-kanakan. Aku tak pernah membayangkan ada cowok model begitu.

“Kalau kencanmu belum datang biarlah aku sebagai ganti sementara. Mungkin aku jauh lebih ganteng darinya. . . . .!” ucap lelaki itu ketika ia tiba-tiba pindah ke mejaku.

Sangat mengagetkan dan tidak sopan sebenarnya. Tapi kubiarkan saja.  Lumayan ada teman ngobrol sambil menunggu Pak Jatmiko,  dosen pembimbing skripsiku. Hari beranjak petang. Kafe ‘Tertusuk Duri’ makin ramai.

Dua jam berlalu. Pak Jatmiko tidak muncul. Mungkin ia kepergok isterinya karena membuat jadwal siluman. Aku tidak membayangkan bakal terjebak pada perilaku binal kalau saja tidak muncul lelaki culun bernama Prahasto.

***

Prahasto mengaku anak tunggal. Orangtuanya terlalu protektif sejak kecil. Sikap protektif dan galak itu tanpa basa-basi diperlihatkan ibunya kepadaku. “Kalau cuma cantik saja banyak. Pinter menghambur-hamburkan uang saja banyak. Kamu lebih baik tetap jomblo daripada pacaran dengan Damastuti. . . .!” semprot Bu Branti getas di depan hidungku ketika kami dipergokinya.

***

Siang terik, dan ini hari ketiga. Rasanya sudah hampir putus asa. Berjalan keliling dengan karung berat di punggung sambil mengorek-ngorek sampah. Tiba-tiba seorang pemulung lelaki yang tampak begitu dekil dan rombeng menyeberang jalan dan mendekatiku.

 “Damastuti. . . . , kita bicara sebentar. . . . .!” ujar pemulung itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun