Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Dan Waktu Tinggal Dekat Lagi #Puisi

28 April 2015   20:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:35 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430228208618868216

sumber gambar - hukum.beritaprima.com

1

Lihatlah cermat raut wajah dan sorot mata mereka, lihatlah

Dan kita akan segera tahu, bahwa waktu tinggal dekat lagi

Bukan orang lain yang memilih melainkan diri sendiri yang rapuh

Sembilan segera dieksekusi, menyusul yang sepuluh

-

Itu tidak lain terkait dengan jumlah yang lima puluh

Delapan belas ribu setahun korbannya. Semua semata angka-angka.

Tapi sungguh bukan salah sesiapa, kecuali pilihan sendiri:

Mematikan orang lain dengan taruhan nyawa tanpa empati

-

Lewat tengah malam nanti bila letup pada kelam malam menyalak

Belasan atau puluhan pucuk senapan laras panjang terayun serempak

Maka hukum dibuat tegak, sanksi pasti, dan mereka mestilah rela

menerima dengan dagu mendongak

2

Nusakambangan ketat terisolasi, dan telah tersedia sembilan peti mati

Permintaan terakhir: nikah, melukis, bertemu keluarga, dan entah

Begitu besar biaya tiap orang untuk tersungkur kalah, meski

Betapa besar ancaman diplomatik negara lain untuk menggoyah

-

Kita menghormati hukum Negara lain, maka mesti begitu sebaliknya

Semua upaya hukum  dilaksanakan sudah, dan grasi ditolak

Apalagi yang bersisa, selain mengulur waktu, namun akan sia-sia

Pemerintah serius memerangi narkoba, setelah teroris dan korupsi

3

Terlalu lama negeri ini dijajah bujukan konsumerisme dan gaya hidup hedonis

Terlalu lama negeri ini  nyaris bangkrut dalam belenggu paham materialisme

Akibatnya rapuh, gaduh. Semua perkara berganti sekedar kalah-menang, untung-rugi

Pun hukum dan kedaulatan negeri, tersandera di telapak para petinggi

-

Maka kenapakah nurani kita selama ini terbelenggu duniawi? Kenapakah

Lenyap segenap predikat unggul-muluk-suci bertahta?

Saling tunjuk kecuali tunjuk diri sendiri. Kinilah saatnya berinstrospeksi

Saat letup itu menyalak, di pojok jauh pulau pesakitan: merenunglah!

-

Lihatlah cermat raut wajah dan sorot mata mereka: pasrah menemui takdirnya

Dan kita akan segera tahu, bahwa waktu tinggal dekat lagi!

-

Bandung, 28 April 2015

==

Simak juga puisi sebelumnya :

1.http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2015/03/07/sebutir-peluru-beralamat-lengkap-untukku-puisi-728442.html

2.http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2015/04/27/guncang-itu-semakin-kencang-puisi-741148.html

3.http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2015/04/27/guncang-itu-semakin-kencang-puisi-741148.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun