Hati-hati dengan para penipu. Ia bisa mengubah diri menjadi apa saja dan melakukan apa saja. Dan yang terbanyak menjadi orang kepercayaan. Menjadi pasangan hidup, menjadi bos, menjadi pubic figure dan selebritis, bahkan menjadi guru spiritual. Sang Guru, Yang Mulia, Nabi, dan sebutan lain disematkan. Sehingga jahanam itu dengan sangat gampang melakukan aksinya: menipu!
Itulah bunyi pengumuman yang ditulis dengan huruf besar-besar dan warna menyolok pada billboard-spanduk-baligo pada beberapa sudut kota. Pengumuman juga disuguhkan di videotron yang sesekali menayangkan gambar-gambar seronok. Dan di sekujur jalanan kota aneka tulisan pengumuman itu tersebar luas, juga di jidat orang-orang yang pernah menjadi korban penipuan.
***
Jimmy berdiri di sisi kafe dengan muka menunduk. Di jidatnya ada tanda sebuah centang hitam. Sekilas pandang saja orang sudah tahu siapa dia. Itulah kenapa kemana pun pergi wajahnya menunduk, ditekuk dan membungkuk. Dan itu berarti juga menundukkan mata, serta hati. Satu centang hitam itu menandai ia baru sekali menjadi korban penipuan dengan nilai sangat besar.
“Kenapa sikapmu berubah, Jim? Tidak bisakah kamu kembali bergembira dan agak berandalan seperti biasanya?” tanya Bob sambil memegang dagu Jimmy dan mendongakkannya.
Keduanya anak dari seorang pengusaha besar, teman akrab sekaligus rival bersaing sejak SMA.
“Jangan kasar begitu?” Jimmy menyergah spontan.
“Kenapa? Kamu tiba-tiba menjadi orang lain sekarang. Menggelikan!”
“Terserah apapun katamu. Tapi kamu belum pernah dalam posisiku. . . . .!”
Bob menggandeng lengan Jimmy lalu mengajaknya ke lorong samping kafe. Di balik perabotan-perabotan bekas di sana Bob mendesak agar Jimmy berterus-terang apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah agak lama terdiam, Jimmy bersuara. “Aku bangkrut sekarang. Penipu itu menggunakan sulap tangan. Lalu dengan tipuan mata. Selanjutnya beralih menggunakan kemampuan mempengaruhi orang, bahkan kemudian menghardik begitu bengis. Juga dengan todongan pistol, dan terakhir. . . . . .!”