Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berfiksilah Tanpa Bunuh Diri sebagai Jalan Keluar Permasalahan

3 September 2016   16:48 Diperbarui: 3 September 2016   22:04 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar http://wartakota.tribunnews.com/2015/03/21/asmuni-diduga-bunuh-diri-dengan-cara-menyayat-nadinya-sendiri

Menulis fiksi (cerpen dan novel) itu ibarat merek-reka sebuah problem kemudian harus mencarikan jalan keluarnya. Membuat permasalahan –hingga paling fatal dan besar sekalipun- untuk kemudian mencari endingnya. Tentu saja setiap pengarang punya imajinasi dan cara penyelesaian yang berbeda. Namun sangat disayangkan masih banyak saja pengarang yang cari gampang, cari sensasi, cari entah apa dengan membuat pelakunya bunuh diri. Itu hak mereka, namun menurut saya itu salah!

Seorang Sosiolog dari Universitas Negeri Makassar (UNM), Andi Basti Tetteng menilai fenomena bunuh diri belakangan ini meningkat. "Fenomena ini merupakan gambaran kian merosotnya kesehatan mental masyarakat Indonesia. Menurut Data WHO Tahun 2005 sedikitnya 30 ribu kasus bunuh diri di Indonesia setiap tahunnya. Artinya rata-rata ada 82 orang Indonesia bunuh diri perharinya. Kelompok usia paling banyak bunuh diri adalah remaja dan dewasa muda usia 15 hingga 24 tahun." (sumber)

Peristiwa, Pendzoliman

Dalam kehidupan nyata sangat banyak peristiwa bunuh diri. Apapun alasannya bisa menjadi penyebab bunuh diri. Namun harus diingat, bahwa sebagian besar yang kita dengar-baca-lihat adalah melalui media tak lebih dari menyederhanakan masalah. Dan celakanya si jurnalis cari gampang pula, cari sederhana, cari singkat kata, dan seterusnya. Gara-gara sakit tak sembuh sembuh si Anu nekat gantung diri. Akibat malu banyak hutang si Ani mengumpankan diri dilindas kereta api yang melaju. Karena ketahuan selingkuh si Ano melubangi pelipisnya sendiri dengan senjata organik. Dan seterusnya, dan lain-lain. Dan begitu mudahnya kesimpulan diambil.

Buku klasik, legenda, serta cerita sejarah, memang banyak yang mengambil ending jalan pintas itu. Bahkan cerita kekinian yang bertajuk ‘bom bunuh diri’ menjadi perbendaharan kata kita sehari-hari. Namun anggaplah mereka memiliki keyakinan yang berbeda. Keyakinan yang tidak untuk ditawar-tawar dan disalahkan. Keyakinan yang bukan untuk disebarluaskan.

Saya khawatir kalau di benak setiap pengarang fiksi tertanam keyakinan bahwa apapun bisa terjadi, dan peristiwa bunuh diri merupakan hal sangat biasa, maka langsung atau tidak langsung dan sadar atau tidak sadar, pengarang memberi pembenaran atas kejadian pendzoliman terhadap diri sendiri itu.

Cerpen, Bawah Sadar

Terkait dengan imbauan saya itu, sampai dengan hampir 50 cerpen yang saya posting di Kompasiana, hanya satu yang berkisah tentang niatan bunuh diri. Baru sebatas niatan. Yang terbanyak cerita saya mengenai kematian adalah terbunuh, beberapa peristiwa pembunuhan meski tidak terlalu detil.

Ini gambaran tentang niatan bunuh diri dalam cerpen saya berjudul “Orang-orang yang Menyerah” (cerpen)

Dalam pandangan Suli yang nanar, sementara hari makin siang saja, seutas tali berkelebat di pelupuk matanya. Tali plastik usang dua-tiga meter milik kakaknya untuk mengikat barang-barang rongsok.

Dengan seutas tali itu ia menemukan jalan lain yang dirasakan sangat pas untuk nasibnya. Maka cepat ia mencari sesobek kertas. Ada pensil tumpul, dan menulis dengan air mata menetes deras: ”Mas Mardiyo, biarlah aku pasrah untuk pergi membawa nasibku. Daripada terus-terusan merepoti Mas. Aku sungguh minta maaf. Aku pamit untuk pergi saja! Doakan aku, Mas! Wassalam. Adikmu Suli.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun