Pertemuan dengan kawan lama benar-benar asyik. Sebab jenis apapun yang bernama nostalgia hanya bisa dikupas kembali bersama teman lama.
Tapi tidak bila harus bertemu kawan bernama Amang Permana. Sebab ternyata ia istiqomah pada keajegan, alias belum berubah: ia banyak 'berkotbah'. Meski tanpa satu dalil agama pun disertakan, tapi nasihat belaka kata-katanya.
Sayang kalau dilewatkan nasihatnya, tapi jadi bosan pula lama-lama. Ibarat makan sesuatu yang terlalu enak, lama-lama datang juga rasa jenuh. Dan cerita demikian disimpulkan Bang Brengos dalam tulisan rutin bertema peristiwa ringan sehari-hari. Begini ditulisnya:
Hidup ini penuh dan berlimpah ruah dengan nasihat. Boleh diambil semua bila mau, dan mampu. Tapi rasanya tidak perlu. Karena satu-dua saja cukuplah. Asalkan kita sanggup mengurainya dengan sabar dan benar. Pada akhirnya nanti bakal terangkai jua satu nasihat dengan nasihat lain, hingga akhirnya tak habis-habis terungkap.
*
Selesai menyeterika di ruang tengah, merapikan hasil kerjanya. Lalu memasukkan ke dalam lemari, denganhati-hati. Rapi dan harum dan tertata sesuai urutan dan kombinasi pemakaiannya, itulah salah satu maha karya tak terkira agung para ibu rumah tangga.
Setelahnya Mak Jumilah mengintip tulisan suaminya.
"Mau juga Abang menerima nasihat.. . . . !" itulah sambutan Mak Jumilah di meja makan, selepas hidangan siang tersantap lumat dengan sempurna.
"Yaa, apa mau dikata? Lelaki itu karib lama, mantan aktivis mahasiswa. Otaknya cerdas luar biasa. Orangnya baik, sopan, ramah, jujur, dan tentu saja banyak berteori."
"Bukankah Abang sendiri sudah kenyang dengan pengalaman hidup yang dapat dijadikan nasihat bagi orang lain?" suara Mak Jumilah coba menyodorkan ironi.