Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mestinya Herry Wirawan Divonis Mati seperti Ryan Jombang

15 Februari 2022   17:45 Diperbarui: 15 Februari 2022   18:04 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image caption - Herry Wirawan divonis hukuman seumur hidup - jabar.tribunnes.com

Herry Wirawan tiba di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022), untuk menjalani sidang vonis.

Mestinya Herry Wirawan dihukum mati saja. Vonis hukuman seumur hidup yang dijatuhkan hakim atas Herry Wirawan raanya terlalu ringan.

Sekadar mengingatkan, ia pelaku pelecehan seksual kepada 12 santriwatinya. Dari penelusuran lebih lanjut diketahui angka korban menjadi 13 orang, lalu bertambah lagi menjadi 21 orang. Banyak sekali. Dari 7 korban santriwati lahir 9 bayi. Itu berarti, ulah Herry Wirawan menyebabkan 2 santriwati melahirkan sampai 2 kali. Selebihnya dalam kondisi hamil.

Vonis hukuman seumur hidup bagi Herry lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu hukuman mati. Padahal jelas, tidak ada hal yang meringankan dari tindakan bejat si predator mesum itu.

Vonis untuk Herry Wirawan dibacakan Hakim dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (15/2/2022). Peristiwanya terkuak di media dan menjadi viral pada 3 bulan lalu. Padahal laporan ke polisi sudah terjadi pada pertengahan 2021.

Merusak, Memberatkan

Hal buruk yang dilakukan Herry Wirawan yang memberatkan hukumannya, yaitu tindakan merusak fisik dan mental para korban, bahkan merusak perkembangan dan fungsi otak mereka. Para santriwati disebutkan berumur 13 sampai dengan 17 tahun, sedangkan peristiwanya berlangsung  selama 5 tahun terus-menerus.

Selama bertahun-tahun ia telah menjadi monster bagi para korban. Anak-anak perempuan dari perlosok Kabupaten Garut yang menjadi santriwatinya bukannya diajari ilmu agama layaknya lembaga pendidikan keagamaan yang lain, melainkan justru dituntun ke arah yang salah-sesat dan menyesatkan.

Hal lain yang memberatkan, tindakan amoral lelaki tersebut sangat mencoreng nama baik lembaga pesantren pada umumnya, dan integritas para pengasuh pontren pada khususnya.  Dugaan adanya  usaha menutupi skandal itu mungkin didasari pertimbanan menenggang perasaan geram para orangtua khawatir yang mengirim anak-anak mereka ke pesantren.

Belakangan diketahui, yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School di Bandung yang didirikan Herry Wirawan semata-mata untuk menutupi kedoknya sebagai predator. Lembaga itu dalam kurikulum, pangajar, maupun kondisi fasilitasnya sama sekali tidak dapat disebut sebagai pesantren.

Sistematis, Sadis

Perilaku Herry Wirawan kiranya bukan kejahatan biasa. Ia sistimatis melakukannya. Lima tahun, dari 2016 hingga 2021.

Yang luar biasa, bukan hanya dari angka tahun, tetapi juga dari jumlah korbannya. Sulit untuk membandingkan dengan berbagai peristiwa lain yang terkuak selama ini. Vonis hukuman seumur hidup kiranya belum sepadan dengan kejahatannya.

Bila salah satu orangtua korban tidak berani melapor ke pihak Kepolisian, bisa dibayangkan bakal bertambah berapa lagi korbannya.  

Kalau boleh dibandingkan kejahatan Herry Wirawan sedikit lebih ringan dibandingkan dengan kejahatan Very Idham Henyansyah, alias Ryan Jombang. Herry tidak membunuh. Sedangkan Ryan  menjadi pembunuh dalam kurun waktu 3 tahun (2006-2008) atas 11 orang. Sebagian besar korban merupakan pasangan sejenis yang dikencaninya. Ryan divonis hukuman mati oleh majelis hakim PN Depok pada sidang 6 April 2009. Hingga kini ia belum dieksekusi mati karena hak-hak hukumnya belum lengkap dijalani.

Kejahatan Herry Wirawan dapat disebut sistematis, sebab ia juga memposisikan bayi-bayi yang lahir sebagai anak yatim untuk mendapatkan bantuan, dan mengeksploatasi tenaga para korban untuk menjadi kuli bangunan serta mengedarkan proposal permintaan bantuan. Dan yang lebih mengherankan lingkungan masyarakat sekitar maupun pihak terkait dengan kependidikan maupun lembaga pesantren seperti tidak menyadari kejahatan itu.  

Pemberitaan media tv siang/petang ini pun (15/2/2022) berhasil menemui keluarga santriwati korban maupun bayi yang dilahirkan. Para orangtua korban merasa pasrah dan ikhlas atas nasib puteri mereka. Dan tidak berkeberatan mengasuh sang cucu.

Lalu dari mana dana untuk menghidupi yayasan pendidikan maupun kehidupan para santrinya? SWelain menjual belas-kasihan dari bayi-bayi yang dilahirkan korban sebagai anak yatim, Herry Wirawan juga mengambil dana Program Indonesia Pintar dan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Bila Ryan Jombang berlaku sangat sadis, maka Herry Wirawan berlaku sangat tistematis. Otak kriminal Herry telah begitu panjang merancang dan mengkondisikan. Jadi, sebenarnya tak berlebihan bila vonis hukuman mati diterimanya.

Jangan Terulang

Kejahatan apapun mestinya tidak terjadi, dan bila sudah terjadi mestinya tidak terulang. Tugas para penegak hukum harus memastikan hal itu. Atas nama keadilan, HAM, hokum agama/adat, maupun rasa keadilan, seharusnya warga masyarakat terjauhkan dari tindakan kejahatan apapun.

Tentu saja bersamaan dengan itu warga masyarakat serta berbagai komponen di dalamnya tak boleh tinggal diam. Hukum seberat-beratnya pelaku kejahatan sedemikian agar orang lain demi alasan apapun tidak meniru dan mengikuti jejak pelaku.

Terkait dengan kajahatan Herry Wirawan sangat tidak elok disembunyikan. Tampaknya, tidak ada upaya menanganan sistematis dan mendasar yang dilakukan dengan kesegeraan agar peristiwa serupa tidak terulang. Tanggungjawab besar jajaran kementerian pendidikan maupun kementerian agama, serta pihak-pihak terkain lainnya, hampir tidak terasa/terdengar.

Saat vonis dijatuhkan kepda pelaku kejahatan, seumur hidup atau hukuman mati, mestinya tidak ada lagi orang yang nekat mengikuti jejak si penjahat. Bila terjadi pembiaran, sangaja ataupun tidak sengaja, maka sebenarnyalah kita semua  termasuk mendukung/menyetujui kelakuan si penjahat.

Pada 3 bulan terakhir ini masih diberitakan ihwal perilaku oknum pimpinan/pegurus pesantren melakukan pelecehan terhadap santri/santriwatinya sendiri, juga oknum guru/dosen yang bertindak serupa. Seperti tak habis-habisnya terjadi. Apakah menunggu sampai anak-anak atau cucu-cucu kita yang menjadi korban? Masihkah kita acuh-tak acuh menanggapinya? Haruskah kita malah ikut-ikutan menyembunyikan kebejatan moral predator itu? 

Vonis hukuman mati mungkin saja masih bisa dijatuhkan. Sebab Herry Wirawan diberitakan melakukan upaya banding. Mudah-mudahan bukan keringanan didapat, melainkan justru pemberatan. Wallahu a'lam. ***

Cibaduyut, 15 Februari 2022 / 14 Rajab 1443
Sugiyanto Hadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun