Mungkin benar Bahar bin Smith sudah ketagihan masuk penjara. Tapi bisa jadi tidak sama sekali. Barangkali ia ketagihan melakukan  yang berkonsekuensi hukum dan masuk penjara.
Ketagihan ngomong keras misalnya, cenderung kasar, menghina, menghujat, menghasut, memfitnah, bohong, dan entah apa lagi. Mungkin karena "gaya"-nya itu jemaah tertentu terhanyut dan tercocok hidung. Dari satu ceramah ke ceramah lain tak berubah banyak. Ada saja yang memviralkannya.
Perlu nyali besar untuk berlaku serupa. Terlebih statusnya sebagai ulama, pimpinan ponpes, dan melekat gelar habib pada namanya. Tentu ia mengikuti jejak panutannya. Dengan segenap akibat yang harus ditanggung.
Kali ini ia menjadi tersangka karena kasus penyebaran berita bohong, atau hoaks. Peristiwanya sudah berlalu cukup lama. Polda Jawa Barat telah menetapkan Bahar bin Smith sebagai tersangka kasus penyebaran berita bohong. Bukan soal penghinaan terhadap KSAD Jenderal Dudung Abdurachman dan institusi TNI. Sumber 1/.
Bagi awam tentu sangat heran pada sosok si rambut panjang kebule-bulean itu. Belum lama keluar bui, tiba-tiba harus berperkara lagi dengan potensi kembali masuk. Daya tarik apa gerangan hingga suka betul ia pada kurungan berjeraji besi itu?
*
Menjadi penghuni penjara itu sama sekali tidak enak. Nggak ada kerennya. Malu dan pilu saja yang ada. Demikian kiranya pendapat umum dan normal. Sebab kebebasan terbelenggu. Tidak ada lagi kehidupan privat. Di negeri ini satu ruangan penjara dihuni ramai-ramai, saling berdesakan malah. Tak jarang, ibaratnya, harus tidur berdiri, lantaran jumlah penghuni berlebih.
Itu sebabnya tidak masuk akal bila Bahar bin Smith ketagihan pada suasana di dalam penjara itu.
Terlebih, ketika "di dalam" ia akan terjauhkan dari jemaah yang mengelu-ngelukannya. Bersamaan dengan itu tidak bisa lagi mencaci-maki, memfitnah, berkata-kata kotor, dan bikin hoaks. Tidak bisa lagi pasang tampang sangar saat divideokan dan diviralnya para pengikutnya. Tidak lagi diliput media massa, online, maupun medsos.
Jangan lupa, media apapun sudah nyaris sama-sama ketagihan dengan berita sensasi. Tak peduli memecah-belah, mempertajam perbedaan, membangkitkan kebencian-kemarahan serta ketidakharmonisan antara anak bangsa sekadar demi viral-trending-iklan dan berbagai keuntungan lain.