Kesalahan lain, selama mutasi kerja ke provinsi lain kami pernah selama 2 tahun saling berjauhan. Isteri dengan anak-anak di rumah mertua di seberang pulau, sambil membantu usaha mereka, sedangkan penulis hidup sendiri di kota lain. Keadaan anak-anak tak terpikir sangat terpengaruh oleh keadaan itu.
*
Sebagai Pegawai. Â Pekerjaan tak kenal waktu sebagai pegawai ternyata tidak memberi cukup hasil bagi keluarga. Kalau dibilang boros dalam pengeluaran uang rasanya tidak. Tetapi mungkin kurang prihatin, atau kurang perhitungan. Gaji terasa selalu kurang, dan memang penghasilan bulanan itu kecil saja. Pernah melakukan kerja sambilan, sebagai pengajar, tapi sebagai pengabdian saja.
Maka tak jarang mertua justru membantu keuangan, diantaranya yang paling besar, untuk merenovasi rumah cicilan BTN yang mulai reyot.
*
Sebagai penghobi. Hobi penulis sejak lama menulis, ada sedikit menggambar, dan berkebun. Hobi pertama dikembangkan jadi penulis fiksi, lalu menjadi pembuatan materi siaran dan jurnalis. Tidak cukup optimal sebab kurang gigih, kreativitas terbatas, dan tidak berani keluar dari zona aman. Hobi kedua hanya sampai pada kegiatan iseng-iseng. Hobi ketiga sama sekali tidak berkembang.
Dari ketiga hobi itu tidak ada satu pun yang memberi keuntungan memadai untuk perbaikan ekonomi keluarga.
*
Hikmah. Selalu ada hikmah, tetapi kerap tidak dapat dilaksanakan karena semua hal sudah berlalu dan tidak dapat diulang.
Pesan tunggal tulisan ini (khusus bagi para pemuda lajang), persiapkan diri betul-betul untuk peran yang tidak ringan( sebagai ayah-suami-pegawai/karyawan/wirausaha) sebelum memasuki jenjang perkawinan.
Nah, itu kisah kegagalan penulis. Tapi demi pembelajaran dalam membangun keluarga harmonis, sekelumit tulisan di atas dibuat (seraya terus berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala) . Kiranya bermanfaat. Terima kasih bila berkenan menyimak. Â Wallahu a'lam. ***