Terkait dengan tingkatan-tingkatan dalam shaum, berikut ini penjelasannya. Kata shaum dengan segala bentuknya dalam bahasa Arab disebut 13 kali dalam Al-Qur'an. Kata yang paling sering digunakan adalah kata shiyam, sedangkan kata shaum hanya disebut satu kali.
Kita mengenalnya sebagai berpuasa, berpantang, atau menahan lapar dan haus. Sebutannya dalam kitab suci shiyam, yaitu menahan diri dari makan-minum dan hal-hal lain yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Lebih tinggi tingkatannya dari shiyam, yaitu shaum.
Pada kata terakhir itu segenap indera dan anggota badan ikut berpuasa, ikut berpantang dari maksiat dan semua yang membatalkan puasa. Tingkat tertinggi -yang dijalani para nabi, wali, dan sufi- berpuasa ditambahi konsentrasi dengan hanya memikirkan Allah.
*
Sebelum ayah dan bunda mengajari anak-anak maka perlu memperbaiki pemahaman sendiri dulu. Puasa menjadi salah satu cara mendapatkan predikat manusia bertakwa. Takwa karenanya merupakan "buah" atau tujuan dari melakukan shaum Ramadhan.
Menurut al-Hasan, "Orang bertakwa memiliki sejumlah tanda yang dapat diketahui. Di antaranya: Jujur/benar dalam berbicara. Senantiasa menunaikan amanah. Selalu memenuhi janji. Rendah hati dan tidak sombong. Senantiasa memelihara silaturahmi. Selalu menyayangi orang-orang lemah/miskin. Memelihara diri dari godaan kaum wanita. Berakhlak mulia. Memiliki ilmu yang luas. Senantiasa ber-taqarrub kepada Allah." (Ibn Abi ad-Dunya, Al-Hilm, I/32).
Dari kutipan di atas maka bersamaan dengan praktik ibadah Ramadan, maka setiap muslim untuk mewujudkan sebenar-benarnya takwa, perlu sedini mungkin juga diperkenalkan kepada anak-anak.
Misal, jujur dalam berbicara. Anak diajari jujur, maka kedua orangtua harus sangat hati-hati dalam mempraktikkan kejujuran itu, apapun urusan dan resikonya. Jangan menuntut anak jujur, sementara orangtua terbiasa bicara/bersikap sebaliknya (terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi).Â
Mungkin menggunakan cerita anak (cerita drama, atau dongeng) prinsip-prinsip kejujuran dan nillai-nilai agamis lain dapat dijelaskan kepada anak-anak.
*
Sayangnya, penulis sendiri tidak mampu mewujudkan hal ideal itu. Secara ilmu agama penulis  sangat awam. Maka demikian pula tanda sebagai orang bertakwa masih berproses ke sana. Insyaa Allah, bila masih ada umur.