Oh, rupanya itulah maksud baik si maling sepatu: mengingatkan penulis pada salah satu episode perjalanan maha dahsyat sesudah mati. Mungkin begini khotbah si maling: "Tak seberapa nilai sepatumu, Bung. Tapi hikmah di balik itu sangatnya besar. Jangan sesali barang yang telah hilang. Camkan itu. . . . !"
Tersenyum sendirian Penulis saat itu, tercenung, dan seketika menemukan jawab: "Oke, Mas. Kamu pakai dulu sepatu itu sepuasmu. Kelak di Padang Mahsyar biar kuminta kembali ya. Meski sudah rusak bentuk dan rupanya. Di sana tidak ada yang berjualan alas kaki. . . . . Â !"
Fiktif saja dialog itu. Tidak ada caci-maki dan penyesalan. Pemilik dan maling sepatu sama-sama jamaah pada masjid yang sama pula.
*
Alas kaki jamaah masjid/mushola memberi dua pilihan bagi orang yang berkepentingan. Satu, pahala/ongkos parkir bagi orang yang dengan sukarela menjaga/menatanya. Dua, status kriminal bagi si pencuri meski nilai barang curiannya tidak seberapa.
Tetapi alangkah bijak bila pengurus masjid segera pasang CCTV. Bila maling sandal dan sepatu maupun kotak amal masjid kembali beraksi mudah dikenali untuk ditangkap. Dengan begitu jamaah khusuk dalam ibadahnya, tidak justru diliputi was-was alas kaki melayang. ***
Sekemirung, 22 Maret 2021 / 9 Sya'ban 1442
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H