Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagi Edhy dan Juliari, Korupsi Itu Indah

7 Desember 2020   14:30 Diperbarui: 7 Desember 2020   14:32 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
uang berkoper-koper daru suap bansos covid-19 - medan.tribunnews.com

Dalam kasus korupsi bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemic Corona-19 yan paling dirugikan tentu saja para penerima bansos. Sebab nlai bantuan yang mereka terima berkurang. Pengurangan itu dilakukan rekanan Kementerian Sosial sebab selisih harga yang terkumpul digunakan untuk menyuap sejumlah pejabat Kemensos, termasuk Menterinya. Miris. Dan itu, sama sekali tidak ada indah-indahnya.

Terkait hukuman, untuk Juliari Batubara, banyak pihak menyarankan hukuman yang lebih berat. Bahkan ada warga yang meminta si koruptor diberi hukuman mati.

Apakah hukuman mati memadai? Hukuman apapun dan bagaimanapun beratnya tidak pernah akan membuat orang jera dan tidak melakukan lagi. Itu sebabnya hukuman mati pada sejumlah negera telah lama dihapuskan.  Mungkin hukum potong tangan dan kaki lebih memadai. pasti ada yang menyangkal, di negeri-negeri yang berlaku hukum potong tangan dan kaki pun masih terjadi tindak korupsi dan berbagai kriminal.

*

Ironis, itu selalu yang dipikirkan orang. Betapa orang berlomba-lomba untuk naik ke atas. Untuk mencapai puncak. Dengan perjuangan berat, dan sering dengan ongkos tidak murah. Sesampai di puncak mereka memilih untuk terjun bebas menghunjam (menukik lurus-lurus) ke tanah.

Diibaratkan tubuh manusia, sesampai di tanah sudah remuk, ambyar, hancur-luluh, dan mungkin tak berbentuk lagi. Dan itulah nasib tragis para koruptor. Edhy Prabowo dan Juliari Batubara contohnya. Mereka mengikuti sejumlah menteri terdahulu yang mengalami nasib serupa.

Nah, siapa lagi menyusul? Ruang tahanan di KPK rasanya masih banyak banyak dan luas, dan siap menampung para pecundang. Menampung mereka yang penuh kesadaran nekat mengubah diri menjadi  semacam satwa liar-rakus-sadis-pemakan segala, dan tak pernah kenyang.

*

Tetapi muudah-mudahan tidak ada. Harapannya, tidak ada lagi orang waras dan "eling" yang tergiur melakukan korupsi. Sekecil apapun nilainya. Meski disuap berwisata ke luar negeri, walau disogok uang berkoper-koper, kendatipun sudah sangat canggih dan rapi modus operandi dimainkan. Tidak.

Lebih baik hidup melarat dengan pakaian compang-camping, tanpa pekerjaan, bahkan sulit mendapatkan makan-minum; daripada korupsi. Lebih baik hidup terhormat dengan berlaku jujur-adil-ikhlas, dan teguh pendirian; daripada tertipu bujukan setan yang terkutuk. Lebih baik mati berkalang tanah, daripada menanggung aib seumur hidup lantaran korupsi.

Sungguh, korupsi itu sama sekali tidak  indah. Jangan terprovokasi judul di atas. Wallahu a'lam. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun