Pilpres Amerika 2020 memasuki tahap paling ditunggu. Penentuan siapa pemenang, antara wakil Demokrat dengan Republik. Antara Donald Trump dengan Joe Biden.
Ada nuansa kemiripan dengan Pilres 2019 di Indonesia, setelah ditentukan siapa pemenang kemungkinan adanya ketidakpuasan atas hasil itu bakal agak lama dipersoalkan.
Begitulah memang galibnya pesaingan, rivalitas, dan pertempuran dalam politik. Selain beberapa hal dapat dianalisa dan diperkirakan siapa bakal mengungguli siapa, tidak sedikit hal tak terprediksikan. Diantaranya, ke mana hati para pemilih berpaling.
Ketidakpastian hasil pemilihan disebabkan molornya penghitungan suara selama tiga hari berakhir dengan keunggulan Joe Biden. Mantan Wakil Presiden selama 2 periode pada era Barack Obama itu mengalahkan petahana Republik Donald Trump dan bakal mengambil alih kursi kepresidenan sang taipan real estat.
Meski Pilpres itu dilakukan nun jauh di sana, terasa ada kedekatan kita terhadap peristiwa itu. Mungkin kesamaan dengan apa yang terjadi di Indonesia pada Pilpres 2019. Anggapan demikian dipertegas kicauan seorang Jurnalis ABC Australia David Lipson di Twitter. Ia berkicau, "Feeling like Indonesian politics...." (dirasa-rasa seperti politik di Indonesia).
Di AS, capres petahana Donald Trump ketika menunggu hasil penghitungan-suara serupa klaim kemenangan oleh Prabowo Subianto pada Pilpres RI 2019 dan 2014.
*
Kesamaan itu dapat dinilai sebagai aib atau sekadar lelucon, atau bagian dari dinamika berdemokrasi. Kalau ukuran demokrasi yaitu mendapatkan kekuasaan, cara apapun untuk menang harus dikejar dan diperjuangkan. Sampai betul-betul tak berkutik. Kalah, dan kemudian legowo menjadi oposisi.
Dan itulah yang coba dilakukan oleh Prabowo. Dan belakangan diikuti, atau ditiru, oleh Donald Trump. Mengklaim kemenangan dengan tanpa bukti, menyatakan pihak lain sebagai curang, dan kemudian akan menggugat hasil Pilpres ke Mahkamah Agung (bagi Trump)/Mahkamah Kontitusi (bagi Prabowo).
Sayang seribu saya, perjuangan dengan dukungan beberapa pihak dan sudah terlalu yakin capres dukungan mereka bakal menang itu terbukti kandas tak berbekas.
Bahan tertawaan dapat diperpanjang bila kelak Donald Trump bersedia menjadi Menhan, sebagaimana Prabowo dengan tabah bersedia diangkat menjadi Menhan dalam kabinet Jokowi.