Liburan. Ya, satu kata itu yang paling sering dikaitkan dengan kata "libur". Hari libur, kalender merah, hari kejepit, dan ditambah lagi dengan "cuti bersama" menjadi kata kata paling menghibur untuk orang-orang yang menunggu saat terbaik untuk melakukan liburan.
Orang-orang yang sudah terbiasa berlibur pada Sabtu dan Ahad, akan merasa semakin senang bila ada hari lain dalam kategori di atas. Libur lebih panjang dapat diartikan sebagai perjalanan lebih panjang dapat dilakukan. Bukan hanya di sekitaran kota sendiri, tetapi bahkan (dengan kendaraan darat) menyeberang ke berbagai provinsi lain.
*
Adanya cuti bersama dan hari libur yang bertumpuk pada akhir bulan Oktober 2020 ini memungkinkan terjadinya libur panjang. Selama 4 hari sejak Rabu hingga Ahad nanti, tanggal 28 sampai dengan 1 November 2020, bagi pegawai dan karyawan dapat dimanfaatkan sebagai liburan untuk pergi ke luar kota.
Namun liburan merupakan sebuah pilihan. Berbagai kondisi harus dipertimbangkan. Dan saat ini selain alasan kesiapan finansial, juga alasan cuaca, keamanan, juga alasan kesehatan, khususnya terkait dengan ancaman penyebaran korona yang belum mereda.
Salah satu ciri liburan ditandai dengan banyaknya orang yang bepergian, ke luar kota. Ada yang mengunjungi lokasi-lokasi wisata. Ada yang berkunjung ke rumah sanak-saudara. Dan ada pula yang melakukan hobi, yang tidak dapat dilakukan kecuali saat libur panjang.
Puluhan ribu kendaraan roda empat telah meninggalkan Jakarta sejak kemarin. Hal itu diberitakan media, dengan memberi ilustrasi kemacetan maupun arus yang padat pada satu arahke luar kota. Warga Jakarta dan sekitarnya (wilayah Bodetabek) pergi ke  provinsi lain, baik ke Banten dan Jabar; atau ke Jateng-Yogyakarta dan Jatim, Ada juga yang ke arah Sumatera.
Ada hikmah besar dari liburan kali ini yaitu membangkitkan kembali roda ekonomi yang terpuruk oleh ancaman pandemi. Meski belum dalam kondisi normal, mestinya para pelaku usaha wisata, kuliner, transportasi, hotel, hiburan, dan lainnya memanfaatkan kesempatan ini untuk bangkit kembali.
*
Diantara orang-orang dan keluarga mereka yang mampu melakukan acara liburan, masih lebih banyak yang tetap menahan diri. Tetap di rumah saja, bukan karena anjuran untuk menghindari dari ancaman pandemi saja, tetapi lebih pada kondisi ekonomi yang tidak mendukung.
Ada banyak orang yang dalam kondisi demikian. Mereka yang terkena PHK, yang dirumahkan, yang bisnisnya ambruk, yang kondisi keuangan memburuk, dan terutama mereka yang memang tidak punya cukup kemampuan untuk membayar kemewahan bernama liburan.