Memilih suami itu harus sangat berhati-hati. Begitu pula sebaliknya. Selain itu juga harus dirawat dengan saling mengerti, sesuai tanggungjawab masing-masing. Bila tidak ceria buruk menimpa. Seperti kisah tragis satu keluarga di bawah ini.
Adalah Maryati (21) berstatus isteri, suaminya bernama Mukidi (25). Nama-nama itu asli, bukan samara. Mereka sudah memiliki seorang anak berusia 4 tahun. Keluarga muda di Desa Arahan Kidul, Kecamatan Arahan, Kabupaten Indramayu itu seperti banyak pasangan muda lain didera belitan ekonomi. Bagaimana tidak?
Mukidi pengangguran. Tidak mau bekerja. Maryati sudah memintanya bekerja, minta dinafkahi. Terlebih anak semata wayang mereka selalu minta jajan. Namun, uang tidak ada.
Keengganan Mukidi mencari pekerjaan mungkin ia memang pemalas. Tetapi bisa jadi ditambahi alasan lain. Belakangan ia tidak suka melihat Maryati bercanda dengan seorang keponakannya, yang masih duduk di bangku SMA (17). Mungkin ada rasa was-was dan cemburu bila harus pergi dari rumah untuk bekerja.
Puncaknya, setelah seminggu pergi (diawali dari cekcok) pada tengah malam itu (16/9/2020) Mukidi pulang dengan penggawa golok.
Lalu terjadilah tragedi itu. Ia menganiaya isteri yang sedang tidur dengan menggunakan senjata tajam. Â Sebanyak 3 kali dilakukan Mukidi. Dua bacpokan mengenai kepala. Satu bacokan nyaris menebas leher. Namun, Maryati bisa ditangkis hingga jari telunjuknya putus. Setelah bacokan ketiga dan Maryati berlumuran darah, Mukidi kabur, melarikan diri dan jadi buron Polisi. Di rumah sakit pada luka Maryati harus dibuat 32 jahitan.
Dengan peristiwa KDRT itu Maryati tentu berpikir untuk bercerai saja dari Mukidi.
*
Peristiwa di atas hanya satu saja dari begitu banyak pertengkaran dalam rumah tangga. Bukan hanya keluarga muda/baru, tak jarang keluarga lama pun dilanda persoalan yang sama.
Menikah menjadi cita-cita setiap lajang. Enak sekali rasanya duduk di kursi pelaminan. Ada pesta makan-minum, dihibur dengan music dan nyanyi, mendapatkan ucapan selamat. Karena enaknya tak sedikit orang yang suka berkali-kali duduk di pelaminan.
Demikian pun tidak ada orang bercita-cita melakukan perceraian. Terlebih ketika saling tertarik dan merencanakan pernikahan. Rata-rata terlalu optimistis semua perbedaan bakal teratasi, semua kesulitan mudah dilalui. Padahal ternyata sebuah perkawinan tidak hanya sisi manisnya saja yang harus dijalani.