Yang disindir tidak meladeni. Ia pura-pura sibuk menata jualan. Tapi tetap saja dengan pikiran bimbang. Mau dinaikkan, atau harga biasa. Kalau tetangga kios kiri-kanan tahu perilakunya bukan tak mungkin ia dilabrak banyak pedagang karena dianggap merusak nama pedagang pasar.
"Wis, ora perlu diajari. Rezekine dewe-dewe. Ora perlu melu campur. . . . . Â !" gumam Pak Radimun sambil tetap fokus pada hitung-hitungan di kertas. (Bersambung) ***
Sekemirung, 25 Agustus 2020
Keterangan:
1. "Ojo aji mumpung lho, Pak Mun. Regone biasa wae, ora ndadak sigawe sundul langit. Mengko kabar tetukon rego larang diunggah uwong neng facebook utowo instagram, wisatawan liyo ora ono sing teko. . . . .!" Â (Jawa, Jangan aji mumpung, Pak Mun. Harganya biasa saja, tidak perlu dibuat setinggi langit. Nanti kabar pembelian dengan harga mahal diunggah orang ke Facebook- Instagram - Twitter, wisatawan lain tidak ada yang datang. . . .")
2. mlerok (Jawa, melirik disertai mimik tidak suka)
3. "Wis, ora perlu diajari. Rezekine dewe-dewe. Ora perlu melu campur. . . . . Â !" Â (Sudahlah, tidak perlu diajari. Rezekinya sendiri-sendiri. tidak perlu ikut campur. . . . !)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H