Pada suatu hari nanti / Impianku pun tak dikenal lagi /
Namun di sela-sela huruf sajak ini / Kau tak akan letih-letihnya kucari  //
Sapardi Djoko Damono
Hati ini menyisa seserpih, aus pada kemarau
dusta yang meragu, sedang tangan tak ada sapa
terduduk aku di ruang tunggu, berharap tak pasti
Kemarin masih manis rasa tawa, juga dulu sekali
duri-duri pun kita lalui, pun sekadar jalan mendaki
sebelum ingkar jadi keras, embus angin ranggas
Lihat perahu kecil, serasa ada kita di dalamnya
tapi di puncak pohon justru, di pucuk bukit
tak juga jalan turun agar mampu menginjak bumi
Sudah siang, sudah boleh kembali pulang
perjalanan hanya sekali meniti jembatan
selebihnya hutan pancaroba, juga padang api
Masih di sini, saat waktu seperti ruang membatu
kususun kembali serpih hati dengan jari letih
kelak bila badai merayap, telah kusiapkan sayap
Saatnya pergi, untuk menjumpa hari tanpa tepi
untuk mengikhlaskan: jasadku tak akan ada lagi.
Bandung, 14 - 19 Juli 2020
Keterangan:
Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di Tangerang Selatan, Banten, pada Ahad (19/7) pukul 09.17 WIB. Prof. Sapardi lahir di Solo, 20 Maret 1940.  Ia menulis puisi sejak kelas II SMA. Jumlah hasil karyanya mencapai 47 buku sastra berupa novel, kumpulan puisi, hingga kumpulan cerpen dan non-sastra. Pada Oktober 2015, Sapardi mengaku sudah puluhan tahun mengenakan topi pet. Tahun itu koleksinya mencapai 20 topi pet. (Sumber: kompas.com  dan antaranews.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H