Menyemangati diri sendiri itu mutlak perlu. Siapapun yang kan maju "bertanding" dalam arena dan medan apapun perlu bekal itu. Rasa percaya diri didapatkan dari persiapan matang, siap fisik dan mental, termasuk strategi dan amunisinya. Selain itu tentu dengan bekal tekat berjuang keeras, selebihnya doa dan bertawakal.
Hal itu wajar saja. Tiap menit dan detik, setiap saat tantangan selalu muncul. Menghambat, mengganggu, dan bahkan menggagalkan. Bila kita membiasakan diri bersiap dengan baik, bahkan sebisa mungkin lebih baik dari persiapan lawan, maka semangat untuk menang bukan hal yang mengada-ada.
*
Seperti banyak lawan yang lain, Covid -19 bukan lawan mudah. Ia harus dihadapi dengan totalitas, dengan segenap perjuangan tetapi penuh kehati-hatian. Tanpa harus mengabaikan berbagai kepentingan lain yang tak kalah penting.
Kondisi yang ibarat menghadapi buah simalakama itu dengan sangat hati-hati harus dihadapi. Entah pada akhirnya nanti siapa yang jadi pemenang. Belum ada tanda-tanda peperangan akan berakhir. Entah sampai kapan. Ketahanan dan kesabaran harus terus dipertinggi.Â
Kalau kita tidak berusaha, dan cenderung pasrah dan menyerah, maka kekalahan sudah di depan mata. Terkait dengan pandemi virus corona maka kalah berarti mati.
Maka tak berlebihan ketika Presiden Joko Widodo, dan didukung berbagai pihak maupun lapisan masyarakat, terus menyemangati warga bangsa agar optimistis. Ungkapan terakhir Jokowi mengajak kita semua untuk berdamai dengan  Covid-19. Itu terkait dengan diberlakukannya kehidupan "new normal".
Tetapi sayang, ungkapan menyemangati itu ditanggapi sebagian warga dengan nada sinis. Bahkan seorang mantan Wapres menanggapinya dengan nada setengah menyangkal.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla angkat bicara terkait ajakan Presiden Joko Widodo agar masyarakat dapat berdamai dengan Covid-19. Menurut Jusuf Kalla, istilah "berdamai" baru bisa dilakukan apabila kedua belah pihak sama-sama menginginkan perbaikan. "Berdamai itu kalau dua-duanya ingin berdamai. Kalau kita hanya ingin damai, tapi virusnya enggak, bagaimana?" ujar Kalla dalam diskusi Universitas Indonesia Webinar "Segitiga Virus Corona", Selasa (19/5/2020)
Dalam kondisi tertentu Djarwo Kwat (tiruan Pak JK) ternyata kalah lucu. Tetapi tentu latar belakang Pak JK yang beberapa kali berperan penting dalam proses perdamaian di Aceh, Sulteng, dan Maluku.Â
Perdamaian berarti mendamaikan dua pihak (atau lebih), tawar-menawar, mencari kata sepakat, merancang masa depan bersama, dan hal-hal lain. Â Jadi menurut logika Pak JK, lantaran Covid 19 tidak dapat diajak dialog maka tidak mungkin ada kata "damai".