Tapi agaknya kurang elok, dan agak sembrono, pendapat yang menafikan peran Helmy Yahya. Seperti orang tidak tahu berterima kasih, dan sekadar berprinsip "habis manis sepah dibuang". Helmy Yahya sudah bersusah-payah coba membenahi TVRI, dan sekarang ada tanda-tanda ke arah perbaikan itu. Sayangnya, ada pihak yang tidak berkenan.
Jadi -kembali ke "apa maunya pemirsa terhadap isi layar TVRI"- pertanyaan mendasarnya, apakah setelah memecat Helmy Yahya kemudian Dewas dapat menjamin bahwa siaran Liga Inggris dan bulutangkis masih akan tayang di TVRI? Jika tidak, maka bahkan pemonton tidak peduli kalau TVRI dipensiun saja.
Pasti stasiun tv swasta akan sangat senang bila TVRI pensiun. Mereka bisa lebih leluasa dalam mengelola isi siaran dengan kualitas yang "tidak lucu tapi penonton di studio tertawa", "tidak penting tapi pembicaraan bisa berlangsung setengah malam", "Jakarta sentris, dan jauh dari nuansa keindonesiaan", "mengikuti apa pun kata pemilik televisi", dan "kebebasan tanpa batas meracuni pemirsa dengan iklan yang tidak penting dan semata cari untung".
Masih dapat dibuat daftar panjang soal itu. Dan karenanya TVRI tidak mampu bersaing dengan puluhan tv swasta yang kompak menjadikan warga masyarakat konsumtif, hedonis, pragmatis, serta berprinsip "wani piro".
Helmy Yahya yang coba mengangkat  nama-citra-performance dan pengelolaan TVRI memang bukan "orang dalam". Mungkin karenanya berbagai kebiasaan buruk yang sudah mendarah-daging sebelumnya terputus. Mudah-mudahan tidak..
*
Pemberitaan media memaparkan, sebagai berikut: Â Dewan Pengawas (Dewas) TVRI menilai siaran Liga Inggris di TVRI yang diadakan Direktur Utama Helmy Yahya bisa memicu gagal bayar seperti kasus Jiwasraya. Helmy menepis adanya potensi gagal bayar siaran Liga Inggris seperti yang diutarakan Dewas TVRI.
"Pernyataan Dewas Moko (anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko) bahwa menyamakan Liga Inggris dengan Jiwasraya itu ngawur!" kata Helmy kepada wartawan, Selasa (22/1/2020).
Sementara itu mengenai Liga Inggris, disebutkan:
Siaran Liga Inggris di TVRI dimulai tahun 2019. TVRI membeli hak siar Liga Inggris dari Mola TV. Dewas menyebut potensi gagal bayar itu diketahui lewat adanya tagihan 31 Oktober 2019 dari Global Media Visual (Mola TV) senilai Rp 27 miliar, jatuh tempo 15 November 2019.
Itu menjadi utang TVRI. Potensi gagal bayar siaran Liga Inggris itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa Dewas TVRI memberhentikan Helmy dari posisi Dirut TVRI. Namun Helmy menepis kebenaran keterangan Dewas yang disampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR itu.