"Sebentar lagi Idul Fitri. Mestinya pakaian dan aneka keperluan lain serba baru sudah datang. Ini mengherankan sekali. Aku takut Sulamun lupa . . .. . !" gumam Mak Fitri setelah kegiatan merenda dan menjahit bersama puluhan teman-temannya yang rata-rata usianya sebaya.
Keesokan paginya Mak Fitri bertanya kepada perawat yang bertugas mengirim sarapan pagi.
"Kenapa Pak Sulamun belum datang-datang juga?"
"Sabar, Â Mak. Idul Fitri masih lama. Jangan bosn menunggunya. Berdoa saja. Mungkin kesibukannya banyak, kunjungannya jadi telat. . . . !" jawab si perawat dengan senyum sepenuh bibir.
Namun dalam hati si perawat menggumam perih, untuk dirinya sendiri. "Kenapa masih berharap Sulamun datang, Mak? Ini pelajaran bagi perempuan manapun. Jangan sembarangan menikah dengan lelaki 20 tahun lebih muda. Apalagi yang didapat dengan merebut dari pacar terakhirnya. Sengsara hidupmu dibuatnya. Harta habis, nasib tragis. Ia pasti akan menunggu Fitri yang lain. . . .!"
Mak Fitri tersenyum saja. Tanpa ekspresi. Tidak tahu harus bersikap bagaimana. Lima tahun terakhir ia menjadi penghuni rumah rehabilitasi itu. Bukannya sembuh, tapi makin tak menentu. . . . . ! *** 18 Maret 2018 - 23 Mei 2019Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H