"Maksudmu?" tanya Mas Bejo.
"Ada pasangan yang dituduh selingkuh.. Lalu warga ingin bertindak. Tapi yang terjadi justru peristiwa kriminal. Apa yang dapat kita pelajari dari peristiwa itu?"
Tak perlu waktu lama, kartu gaple dikeluarkan. Dan pembicaraan makin ramai, penuh semangat. Para anggota 'klub banting kartu' malam itu mendapatkan beberapa pelajaran sekaligus. Pertama, berita apapun di media selalu menarik untuk dibahas dan dipelajari untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Kedua, memiliki kekuasaan sekecil apapun selalu cenderung untuk menyalah-gunakannya. Oleh karena itu teruslah belajar untuk arif-bijaksana, adil, penuh perhitungan. Ketiga, bermain kartu gaple sambil membicarakan kesalahan orang lain sungguh sangat menyenangkan. Pos ronda jadi semarak oleh gelak-tawa. Bapak-bapak lain ikut nimbrung. Terlebih ketika Bu Tini Subejo mengeluarkan tiga piring singkong goreng dan seceret kopi panas.
"Tumben, Bu?" komentar Pak Edi Mur dengan tertawa-tawa.
"Kok tumben?" sahut Bu Tin kurang paham.
"Biasanya 'kan martabak manis. . .. Hehehe " Lik Sumar yang  menjawab.
Bu Tin menunjuk pada Mas Bejo. Bapak-bapak tertawa. Lalu secepat itu gelas-gelas diisi. Piring-piring diedarkan, dan singkong goreng yang gurih-empuk pun segera beralih ke dalam kunyahan.
***
Jelang tengah malam. Suasana tenteram, warga sudah mulai berangkat ke peraduan. Tiga orang lelaki yang bertugas ronda
"Nikmatnya apa menelanjangi orang lain ya, Pak?" tanya Mak Fatmah ketika bersiap hendak tidur.
"Nikmatnya apa? Balas dendam, geram dan marah sekali, atau sekadar cari sensasi dan kesenangan murah. . Â ..! Entah. Tapi mereka yang jadi terdakwa dalam kasus tersebut pasti akan berhitung. Nikmat sesaat harus ditebus dengan jeruji besi berbilang tahun.. . . . !" jawab Pak Edi Mur dengan mata sudah sangat mengantuk. Ia membenamkan diri dalam sarung danmenghadap tembok.