Cerai itu sebuah keniscayaan bagi orang-orang yang pernah mengikrarkan diri untuk menjadi suami - isteri. Semua yang pernah menikah, besar kemungkinan, akan merasakan cerai. Kasus perceraian yang terbesar tentu saja cerai mati. Salah satu pasangan meninggal dunia terlebih dahulu. Sehingga suami/isterinya memiliki status baru, yaitu sebagai duda atau janda cerai mati.
Namun tak sedikit suami/isteri yang melakukan gugat cerai. Pasti ada maslah serius yang dihadapi, ada masalah  yang tidak dapat kompromikan, tidak dapat dipecahkan, dan akhirnya masing-masing mengambil jalan/pilihan yang berbeda. Setelah bertahun-tahun dalam kebersamaan, putusan demikian tentu bukan barang mudah.
Ahok, entah dengan alasan apa juga memutuskan mengambil jalan itu.
Menyedihkan tentu saja. Terlebih bagi orang-orang yang pernah mengidolakan karakter kepemimpinannya. Meski tentu saja tangungjawab dan tingkat kesulitan seorang memimpin suatu daerah (dalam banyak hal) tidak sama dengan memimpin sebuah keluarga. Lebih sedih lagi pasti mereka yang pernah mengidolakan pasangan yang -di media- tampak sangat harmonis, serasi, ideal, dan kompak seiya-sekata dan sehidup-semati itu. Jalan cerita mereka ternyata berbeda dari semua harapan para pemujanya.
Apakah itu salah? Entah siapa yang berhak menilai, tapi saya tidak punya pendapat apapun selain sangat prihatin dan menyayangkan. Betapa hidup ini tidak mudah, betapa kehidupan suami-isteri itu tidak gampang, betapa cobaan selalu datang silih berganti, betapa orang harus mengambil keputusan sangat sulit.
Tapi seperti dinamika 'cakra manggilingan', perputaran roda kehidupan, maka dalam kesulitan ada kemudahan, dalam kesempitan ada jalan keluar, dalam kesedihan muncul kebahagiaan, dan seterusnya.
Kita masih dapat berharap hal yang terbaik bagi Pak Ahok dan Bu Veronika. Entah skenario apa yang akan berlaku kemudian, namun Ahok mudah-mudahan bukan orang yang gampang menyerah pada tekat-semangat-impian dan perjuangannya untuk bangsa dan negara ini (dengan apapun yang pernah dan akan dikorbankannya).
Kita tunggu saja apa yang sebenarnya terjadi, apa yang selanjutnya akan terjadi, dan bagaimana ending dari semua ini kelak --entah kapan nanti. Sekadar untuk renungan, mungkin kata-kata Chairil Anwar dalam sajak berjudul 'Derai-derai Cemara' menjadikan kita nyaman untuk mengakhiri tulisan ini :
Cemara menderai sampai jauh / terasa hari akan jadi malam / ada beberapa dahan di tingkap merapuh / dipukul angin yang terpendam //
Aku sekarang orangnya bisa tahan / sudah berapa waktu bukan kanak lagi / tapi dulu memang ada suatu bahan / yang bukan dasar perhitungan kini //
Hidup hanya menunda kekalahan / tambah terasing dari cinta sekolah rendah / dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan / sebelum pada akhirnya kita menyerah // (1949 / Chairil Anwar /Buku: Derai-Derai Cemara)