Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(RTC) Menulis Puisi (Satu)

11 November 2017   08:19 Diperbarui: 11 November 2017   08:24 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
african paintings|http://www.oilpaintingfactory.com

Aku lupa  cara menulis puisi, apa dari remah kata
atau dari ramuan rasa
meski acap kali justru dari cecap tak tereja. Aku terkesima.
Tidak ada tanda-tanda cuaca, mendukung atau berkabung.

Aku lupa meracik bumbu dan bahan baku untuk puisi
agar tergigit  legit. Seperti adonan gula lengket
menjadi permen mainan lidah, manisnya, perjumpaan
dan kisah indah di dalamnya, untuk dijilat dan dikulum lembut.
Hingga lama aku termangu.  Tanpa terasa sisa hidup makin sulit
pun alangkah sukar sekadar berkelit.

Aku bertanya perihal puisi padamu, agar  tak mudah basi.
Kini kumenulis tak lagi berbekal rasa-rumangsa.  Tapi coretan suram
dari ceceran jejak logika, tanpamu. Langit, awan, dan padang terbuka.
Itu semacam kata-kata langka, ucap-sapa, lepas mengawang
bersayap, tersembunyi, gelap.

Bandung, 11 November 2017

Gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun