Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Secangkir Puisi

29 Agustus 2017   17:08 Diperbarui: 29 Agustus 2017   17:15 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkanlah tersaji secangkir puisi, warna darah
di dalamnya ada bayang sepasang renta
serupa penunggang kuda yang salah arah.

Sedang batas siang terbata meretas langit
seiris awan menggantung dingin untuk pamit
hujan melebat, aku tercengang merapal sunyimu.

Kota-kota kuyup, lengang, setiap orang bergelut
bertahan pada kewarasan, berpacu menghindar
atau mati tertular wabah aneh beraroma amarah.

Mungkin saja si penunggang kuda itu kita
derapnya menggetarkan ujung jemari, ringkik kuda
tembusi jarak, kemana kita mestinya meraih jejak.

Dan engkau masih tersenyum, wajah berkerut pucat
tapi matamu menyala, lebih merah dari darah
mungkin kaulihat dalam pupilku pasrah, aku terpanah.  

Bayangkanlah tersaji secangkir puisi, warna kabut
di dalamnya ada bayang sepasang kekasih terbujur pulas
racun tertabur dalam bait-bait gelap,  benci berbalas.
Sekemirung, 29 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun