Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kamis Namanya

4 Mei 2017   06:40 Diperbarui: 4 Mei 2017   08:00 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hari Kamis namanya, tak ada artinya apa-apa bagiku kecuali coba kurunut seberapa panjang sudah untaian air mata yang menggenangi Kamis hingga berpuluh tahun lalu, kemudian menyusutnya dengan harga begitu banyak Kamis yang terlewat sia-sia.

Ahya, tentu Kamis bukan apa-apa, tidak pula sesiapa, kecuali ia hari di tengah minggu jika Senin dihitung hari pertama sedangkan Ahad hari terakhir dari minggu yang kita jalani. Ia semata hari biasa yang boleh diingat tapi lebih banyak dilupa.

Adakah yang berbeda dari setiap Kamis yang selalu dimulai dengan pagi dan berakhir pada petang lalu gelap malam mengendap, kadang hujan merinai nyaring diantaranya seringkali justru terik panas tak ternamai, begitu seterusnya dan siapapun akan bertemu lagi dengan Kamis depan, itu bila jatah umur belum tergadai.

Namun hari ini kujumpai Kamis dengan tangis, kusirami Kamis dengan sedu teramat sendu, kudandani Kamis dengan segenap hiasan yang menjadikannya bukan cantik atau ganteng, namun lebih dari itu semata menawan dalam kalbuku yang rawan.

Aku memprihatinkanmu dengan shaum, meski tak sempat sahur, walau semalam kurang tidur karena berjaga menunggui umur yang sangsi bakal masih terulur. Aku suka bertemu dengan Kamis ini, hingga kami asyik berbagi tawa dan bercakap ringan soal beragam mimpi-mimpi kami selama ini.

Selamat datang Kamis, aku tak membedakanmu dengan yang lain namun juga tak menduakanmu, kamu tetap Kamisku yang kurindu yang bahkan kuanggap anak sendiri seperti kata iklan tentang kecap nomor satu. Karenamu sungguh hari ini aku meniatinya dengan menahan haus serta lapar, menata hati dan mata, mematut pikir dan kata, seharian sampai bedug Maghrib menjelang, nanti.
Sekemirung, 4 Mei 2017

Gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun