Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Manakala Tanda-Tanda itu Tersua

7 April 2017   09:51 Diperbarui: 9 April 2017   04:00 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
albert oehlen's painting

1/
 Aku terlempar
 pada kedalaman lembar sajadah
Air mata saja yang berkecipak, luluh terurai
Pada sholat Ashar, suatu hari  
 di Masjid Babussalam
Kurasakan tanda-tanda itu, tegas
firasat panggilan itu getas

Banyak sudah kucerna cerita perjalanan
 panjang melelahkan
Jalan yang harus ditelusuri, pintu
yang harus dilalui
Semua berangkat suatu hari
meninggalkan segudang remeh-temeh
Menuju negeri  jauh dengan berpayah
 kata beringkar tengkar

2/
 Aku ingin berbekal
 bukit ikhlas, bahkan lautan pasrah
Siang itu paman jauh menghada
sebelumnya tetangga
Koran dan televisi nyaring
 menggenapi kabar duka tiap hari
Bahkan lewat bisik angin, gesek dedaunan
 desah nafas

Bagaimana harus kutolak
 kalaupun petang menjelang
Langit jingga diantara awan
 berlapis pada sisa cahaya
Menelusup jauh
 ke balik indera, mengalirkan getar
 was-was
Serasa perih pahatan dalam hat
 semua beranjak pergi

3/
Tapi sungguh
terlanjur banyak  angin kutabu
butir debu
Menghitamkan wajah dan tubuh
sekujur, juga pekik amarah
Berleleran pada semua lubang
 di dataran rentang
Petaka apa lagi yang mampu kutola
 pedih dan azab

Yang tinggal hanya ingatan
 untuk pulih, untuk kembali
Jangan dipaksa pada akhir yang buruk
 rusak, tersesat
Meski betapa tak terhapuskan
 semua, tak terlunaskan
Manakala tanda-tanda itu
 tersua, seusap tarikan nafas, lepas!

Bandung, 23 Jan 2016 – 7 April 2017

Catatan:  Waspadai waktu Ashar, sebab disana khabar penjemputan ditandakan, lewat kondisi tertentu pada pusar, ubun-ubun, kening, atau tengah-tengah dahi. Orang-orang yang mencermati seolah diberitahu kapan waktunya harus  berangkat.

Gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun