“Terakhir. . . . . .!”
Bob penasaran. Ternganga menunggu Jimmy membuka mulut. Sementara itu hari bergulir ke sore. Di luar sana para penipu sedang mempersiapkan diri dengan berbagai teknik dan trik tipuan malam hari. Sebaiknya para calon korban mengasah kejelian dan kecermatan hidung-mata-telinga maupun perasaan untuk berjaga-jaga menghadapi setiap urusan dengan orang lain agar terhindar dari malapetaka memalukan.
***
Kota Gembira -seperti namanya- semua terjadi serba gembira, gampang, tidak sulit dan tidak perlu berbelit. Semua urusan dapat diselesaikan dengan saling tipu, saling jerumuskan, bahkan saling bunuh dengan tipuan.
Sudah berpuluh tahun lalu keluar ketentuan itu. Kejahatan apapun hukumnya gantung, kecuali satu yaitu menipu. Dengan demikian kriminal atas nama selingkuh, korupsi, upeti, membunuh, merampok, berjudi dan perebutan jabatan, tidak dihukum apapun selama mampu membuktikan bahwa tindakan itu dilakukan dengan teknik dan trik penipuan. Tapi jika tidak terbukti, hukum gantung sudah menunggu.
Tidak mengherankan warga Kota Gembira dikenal sangat jenius dan penuh kehati-hatian. Para penipu berkeliaran dengan bebas dan senangnya. Sedangkan para korban dengan kerugian hingga satu milyar rupiah mendapatkan tanda centang hitam di dahi. Ketika ia mendapatkan tiga centang maka ia akan diusir dari kota untuk hidup di hutan belantara pucuk pucuk gunung. Mungkin tujuannya agar terhukum berteman akrab dengan bekantan, beruk, wau-wau, dan aneka jenis primata liar lainnya.
***
Tahun-tahun berganti dengan cepatnya. Begitupun kehidupan warga Kota Gembira. Jimmy sudah menjadi bos kafe ‘Kutipu Dirimu’, bersebelahan dengan apotek ‘Tipuan Manis untuk Mertua’ dibelakangnya kantin para jomblo ‘Murah-meriah Tapi Menipu’. Tanda centang di dahinya telah dihilangkan karena berhasil mendapatkan rehabilitasi. Penyebabnya, ia tidak tertipu lagi selama lima tahun terakhir.
Menjelang tengah malam datang seorang lelaki kurus, kumal dan bau. Di dahinya ada tanda tiga centang hitam, dan itu berarti ia akan segera menjalani hukuman tak terkirakan kejamnya: bergaul dengan bangsa primata!
Di depan meja bar lelaki itu duduk di kursi tinggi, memesan sesloki wiski murah. Tak lama tambah lagi, dan tambah lagi. Cara minumnya unik, tidak menenggak cepat seperti lazimnya, tapi menyeruputnya menggunakan sedotan. Setelah itu kepalanya tampak berasap, juga mata telinga, bahkan lubang kemaluan dan dubur. Semua berasap tebal serupa kepulan dari sedotan rokok kretek para pecandu nikotin.
Pengunjung kafe jadi heboh. Jimmy cepat menyadari keadaan yang berbeda. Ia mendekati lelaki itu untuk mengusir, dan kalau perlu membunuhnya.