Bab X – Satu (Tantangan 100 Hari Menulis Novel)
Tidak ada orang yang tidak tertarik jika ketemu cewek fantik. Dan olleka memiliki kriteria tidak sekedar antik, tetapi jug sangat supel, cerdas, dan setia kawan. Sifat-sifat yang sebenarnya hanya tampak luar yang membungkus ambisi pribadinya yang luar biasa liar.
Sejak muda ia tak lain seorang petualang. Tidak punya keluarga, atau lebih tepatnya tidak diakui keluarga membuatnya menggeladang dari kota ke kota. Kemampuan berbinis dan berkomunikasi dengan sesama warga keturunan yang membuatnya mudah mendapatkan mata pencaharian. Bahkan karena kemampuannya belajar otodidak ia yang semula hanya pegawai biasa dapat diangkat menjadi sekretaris direktur. Kesempatan itu tidak disia-siakan untuk menjerat hati sang direktur yang lemah dan kurang berpengalaman itu. lewat jalan perselingkuhan panjang akhirnya ia mampu menggaet Ibram, seorang suami yang semula sangat takut dan patuh pada keluarga isteri.
“Aku ingin kamu menjadi suamiku. . . .” ucap Olleka mendesak, pada suatu kesempatan yang snt sempit.
“Aku sudah punya isteri dan dua anak. Aku tindak mungkin meninggalkan mereka karena merekalah yang dulu membuatku seperti ini. . . . .” jawab Ibram tanpa konsentrasi.
“Itu alasan untuk lelaki lemah, lelaki yang tidak punya keinginan menerabas keterbatasan. Aku melihat belenggu yang merantai kedua tangan dan kakimu terlalu kuat. Sehingga kamu menjadi lelaki yang sama sekali tidak berwibawa. Di mata anak buah, jangan lagi dimata kolega dan relasi. Semua itu harus diubah. Dan aku mampu membuatmu berubah!”
“Kamu salah alamat. Mestinya kamu merayu lelaki lain yang jauh lebih kaya dan mapan daripada aku. Aku hanya seorang karyawan dari seorang mertua dan isteri yang baik hati. Aku tidak mungkin meninggalkan mereka. . . .!”
“Tidak ada orang gila yang berani bersikap sebaliknya dari apa yang kamu kemukakan itu. Namun dunia berputar cepat, semua kemapanan selalu mendapat tantangan untuk perubahan. Dan itu termasuk perasaan dan hati seseorang. Aku tahu keterpencilanmu yang didasari ketidak berdayaan. Dan kamu ingin keluar dari sana. . . .!”
“Bicaramu berputar-putar, aku tidak paham! Sungguh!” ucap Ibram jengkel.
Lelaki itu terlalu naif ketika berhadapan dengan wanita yang sangat matang dan punya ambisi besar. Olleka menggandeng Ibram memasuki sebuah kamar hotel untuk membuktikan bahwa Ibram mampu berubah. Bahwa Olleka mampu mengubahnya. Kalau jalan lurus tidak diapat, maka jalan apapun ditempuhnya. Dan itulah prinsip Olleka. Sejak itu sifat Ibram tidak berubah, namun ia sudah begitu rupa mempercayai Olleka untuk meninggalkanWasi. Bagi Ibram, kehadiran Olleka merupakan anugerah sekaligus bencana. Sebaliknya bagi Olleka, statusnya sebagai buron poisi merupakan konsekuensi dari petualangan dan ambisinya.
***