“Papi, kenapa kamu benar-benar pergi mendahuluiku.. . . . .!” jerit Mami dnegan nafas tersengal-sengal. “Hari ini kamu tidak pamit mau pergi kemana. Hari itu bukan kebiasaanmu dalam berbisnis. Agaknya kamu akan pergi jauh !”
Mata Mami basah karena menangis, sampai nafasnya tersengal-sengal.Namun ia sempat menjeling pada sosok tinggi besar yang tidak diketahuinya akrab dengan Wasi. Pikiran yang sama berkecamuk di kepala Wiyasa, serta dua anak Wasi yaitu Erwan dan Erwin. Siapa lelaki ini? Sahabat atau musuh? Lalu apa hubungannnya dengan kematian papi?”
Sementara itu mendapati pandangan menyelidik itu Arjo jadi salah tingkah. Ia ingin beramah-tamah memperkenalkan diri. Namun waktunya dirasa tidak tepat. Suasana duka tidak memungkinkan mereka memikirkan hal lain kecuali hal-ihwal kematian, persiapan pemakaman, pengajian, dan berbagai kegiatan lain.
***
Terkait dengan kebakaran rumah makan Daun Bambu malam itu juga polisi meminta keterangan beberapa saksi mata yaitu para pekerja dapur serta korban. Untuk sementara keterangan yang dihimpun menyebutkan adanya kesengajaan dari orang yang tidak dikenal untuk terjadinya kebakaran. Semua media, dari televisi, radio, hingga media online berlomba-lomba menyiarkan peristiwa itu dengan sangat rinci.
Gambar bergerak yang ditampilkan mulai dari hebatnya api kebakaran, kerusakan yang ditimbulkan, hingga penyelamatan para korban, diperlihatkan tim liputan Nayaka TV dengan begitu jelas dan dramatis.
Seorang juru masak senior restoran Daun Bambu, Darwi Munar, kepada awak media menjelaskan: “Dua orang, lelaki dan perempuan, diketahui secara diam-diam memasuki dapur restoran dengan alasan mau melihat cara memasak menu yang dipesannya. Tidak diketahui pasti apa yang mereka dilakukan kemudian. Sebab semua juru masak terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing untuk memenuhi pesanan. Lalu tercium bau gas menyengat, diikuti ledakan hebat dan kobaran api yang menghanguskan tiga lantai restoran sekaligus. . . . .!”
Lalu dilanjutkan dengan keterangan Wasistra Anggraini, yang disebutkan penyiar berita sebagai presenter acara Bincang Jelata di Nayaka TV.
“Ini kebakaran sangat besar, dan dahsyat. Kami sedang makan dengan ayah saya dan seorang sahabat. Tiba-tiba terdengar ledakan keras diikuti kobaran api dari arah dapur. Ya, dapur berada di lantai pertama. Kami duduk di ruang kaca lantai pertama, jadi tahu persis kejadiannya. Pengunjung cari selamat dengan berdesakan. Kami beruntung dapat keluar tempat kebakaran dengan selamat. Tapi papi saya pingsan dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Saya khawatir ada korban lain luka-luka, bahkan tewas. . . . .!”
Penyiar berita menyebutkan, pemilik restoran sukar dihubungi karena shock berat. Selanjutnya liputan berita itu menyebutkan ada belasan orang tewas, dan puluhan lainnya luka berat dan ringan. Puluhan mobil pemadam kebakaran dikerahkan. Selain itu dibantu dengan lima ambulance. Kerugian diperkirakan mencapai milyaran rupiah. Akurasi isi liputan itu tentu belum cukup lengkap. Keterangan resmi polisi baru dapat disampaikan pada keesokan harinya. Terlebih dengan kemungkinan adanya unsur kesengajaan atau sabotase, penjelasan Polisi sangat dinantikan media.
Melalui jaringan telepon, penyiar berita stasiun tv itu mencoba menghubungi Kapolda Jaya, namun jawabannya sangat normatif. Tidak menambahkan hal-hal penting kecuali yang sudah disampaikan oleh narasumber sebelumnya. Dan soal kemungkinan adanya tindak sabotase, pimpinan polisi itu menyatakan tidak berani berspekulasi. “Kemungkinan ada-tidaknya tindak sabotase dalam kasus kebakaran restoaran Daum Bambu itu akan diselidiki dalam dua hingga tiga hari mendatang! Itu saja penjelasan yang dapat kami berikan hingga malam ini!”