Salah satu karya Rusmaeni ditampilkan dalam Journee Recreative 2014
Melalui menari berbuah manis. Mungkin itu ungkapan yang pas untuk menyebutkan perjalanan karier Rusmaeni Sanmohamat, perempuan keturunan Jawa di New Caledonia, dari seorang penari kemudian melangkah ke kursi parlemen.
Kegigihan dan kerja kerasnya menggali, memperkenalkan, dan melestarikan seni-budaya Indonesia, khususnya tari, tak pernah surut. Salah satu usaha ke sana di antaranya dengan menciptakan tarian kreasi baru serta mengajarkannya kepada diaspora muda Indonesia. Semua usaha itu memperkaya ragam seni-budaya dan mendapatkan apresiasi positif masyarakat New Caledonia.
Tari Jawa,Nusantara
Kecintaan wanita usia 55 tahun ini akan seni budaya Indonesia, khususnya tari tradisional, telah muncul sejak usia muda. Maeni, panggilan kecilnya, pertama kali belajar tari tradisional yang diajarkan oleh Sadikin bersama Komunitas Indonesia.
“Dari menari, saya bisa tampil di hadapan para pejabat penting di hotel mewah atau tamu kapal pesiar. Mungkin terdengar sepele, tetapi sangat berarti bagi Rusmaeni kecil, menjadi sebuah kebanggaan tersendiri terlebih saya lahir dari keluarga sederhana. Menari, apalagi menari tarian dari tempat asal kedua orang tua saya, menjadi salah satu gerbang untuk mengakses dunia yang lebih luas,” ungkapnya mulai berkisah.
Setelah itu, tahun 1977 Maeni bergabung dengan kursus Tari Jawa di Konsulat Indonesia. Di bawah bimbingan Suratno, Maeni mempelajari berbagai jenis tari Jawa, di antaranya Tari Bondhan, Golek Sri Rejeki, Bedoyo, dan sebelas jenis tari Jawa lainnya. Karena ketekunan dan kerampilannya, ia berkesempatan untuk menjadi penari Jawa pada setiap pentas bersama kelompok Gamelan yang juga diajarkan oleh Suratno.
“Konsulat Indonesia menjadi satu-satunya tempat saya bersama keturunan Indonesia muda lainnya belajar seni budaya Indonesia, khususnya tarian tradisional. Kesempatan langka ini tidak saya sia-siakan.”
Tidak hanya di New Caledonia, wanita kelahiran Noumea ini juga mengejar ketertarikannya terhadap dunia tari dengan belajar langsung ke Indonesia. Dalam persiapan perayaan Seratus Tahun Kedatangan Orang Indonesia ke New Caledonia tahun 1996 lalu misalnya, Maeni mengikuti pelatihan tari Minang, Sulawesi dan Betawi selama tiga minggu di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Kemudian, Rusmaeni datang lagi ke Indonesia tahun 2003 untuk belajar lebih mendalam mengenai Rara Ngigel, Mulat Wani dan Reog Yogya di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja Yogyakarta.
“Tari Jawa yang dianggap sebagian orang terlalu lamban dan membosankan, justru melatih saya untuk tekun, berkonsentrasi dan menahan diri. Selain itu, kita juga dituntut untuk mendengarkan dengan baik, seperti penari yang mengikuti alunan gamelan. Hal ini membentuk kepribadian saya.”