Puisi Sugiyanta Pancasari
keringat dan air mata mengkristal
darah menggumpal
dinding kusam, menebal
meja, kursi, dan rak buku
usang dan berlumur debu
sepeda ontel teronggok lesu
buku-buku, koran, dan majalah
berserak di lantai, tunduk dan pasrah
meratapi takdirnya untuk jadi sampah
perjuangan bertahun-tahun
pengorbanan turun-temurun
kekecewaan tak mengenal kata ampun
sawang-sawang semakin mengekalkan suwung
tergantung-gantung menahan murung
terombang-ambing hingga limbung
di atas selembar ijazah
tersimpan rapi segala jerih payah
sekuat cinta tak pernah goyah
Jogja, 1992.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H