Barangkali pertanyaan seperti judul tulisan ini pernah terlontar dari murid para guru yang mengajar di sekolah-sekolah sebagaimana tempat saya mengajar; sekolah yang berada di pelosok yang sebagian besar muridnya belum bisa menikmati aliran listrik di rumahnya. Apalagi dengan keterbatasan penghasilan orangtuanya, tidak memungkinkan mereka untuk menyediakan buku-buku bahan belajar mereka sendiri. Sementara itu, pihak sekolah kalaupun berusaha merekayasa anggaran untuk pengadaan buku bahan ajar, ternyata buku tersebut tidak tersedia di pasaran. Sedangkan untuk menunggu "kiriman" buku (faktanya kami harus datang mengambil sendiri di gudang distributor dan berbut dengan sekolah lain, itupun kalau barangnya masih ada) dari distributor resmi yang sudah memenangkan tender pengadaan, kami sudah kehilangan harapan.
Jika buku siswa untuk beberapa mata pelajaran pada semester ganjil ini sudah dapat diterima siswa pada pertengahan Oktober ini (baru untuk 4 mapel), maka persiapan untuk menghadapi semester genap nantipun rasanya akan mengalami hal yang sama. Jika sebagian besar guru pada semester ganjil ini mengajar tanpa berpegangan pada buku siswa (karena belum ada), maka memasuki semester genap nanti dapat dipastikan semua pelajaran memulai pembelajaran juga tanpa buku siswa.
Untuk sekolah-sekolah di kota yang semua siswanya memiliki fasilitas komputer dengan jaringan internet, keadaan seperti ini bukan masalah berarti. Guru tinggal memerintahkan siswanya untuk membuka website tertentu, mengunduh buku siswa (jika memang sudah ada) atau mengambil materi-materi interaktiv yang sudah tersedia secara online; kemudian memerintahkan siswanya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, dan mengirimkan hasil kerjanya ke alamat e-mail si guru. Bahkan si guru dapat dengan santai duduk di ruang kantor guru, atau terkantuk-kantuk di ruang kelas sementara siswanya aktiv browsing internet untuk menyelesaikan tugasnya.
Namun untuk sekolah yang layanan internet hanya dapat dinikmati kalangan terbatas, apalagi siswa tidak memiliki fasilitasnya, ketiadaan buku siswa sebagai bahan belajar siswa pasti sangat merepotkan. Jika semester ganjil ini saja sebagian besar buku siswa untuk beberapa mata pelajaran belum bisa didistribusikan kepada semua siswa, bagaimana dengan nanti pada semester genap?
Apalagi tersiar berita, bahwa hingga minggu terakhir ini, pihak DPRD belum bersedia membahas APBD atau perubahan APBD yang memungkinkan pihak pemerintah daerah mengalokasikan anggaran pengadaan buku pegangan siswa. Hal ini mengindikasikan ketiadaan buku pegangan siswa untuk semua mata pelajaran pada semester genap nanti.
Dengan semua kenadala itu, masih layakkah kalau Kemendikbud mengatakan bahwa pelaksanakaan kurikulum 2013 tanpa kendala??? Hai para birokrat di kemndikbud, buka matamu dan telingamu lebar-lebar. Lihatlah kenyataan dan dengarlah keluhan yang didengungkan para guru di berbagai pelosok. Jangan hanya memandang kota besar khususnya Jakarta untuk mengambil kesimpulan yang bersifat umum bagi seluruh wilayah Indosnesia. Saya yakin kejadian lebih parah terjadi di wilayah-wilayah yang lebih terpencil di Indonesia bagian timur, atau pedalaman Kalimantan, wilayah pegunungan Sulawesi, Papua, maupun pulau-pulau lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI