Mohon tunggu...
Kang Sugita
Kang Sugita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang bapak guru di pelosok gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lagi-lagi, Memalukan............

3 Oktober 2011   15:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Minggu siang, 2 Oktober 2011, saya amati "running text" pada layar televisi di sebuah stasiun swasta, yang juga dimuat di Suara Merdeka cybernews, setengah kurang percaya, saya tunggu sampai tulisan itu muncul kembali. Satu hal yang menarik perhatian saya, adalah kejadian yang yang diberitakan ini sebelumnya pernah terjadi di wilayah Kulonprogo, DIY; namun kali ini terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebuah kasus yang memalukan dan semakin memperburuk citra guru dan dunia pendidikan dalam pandangan umum, adalah kenyataan bahwa 3 orang Kepala Sekolah diberhentikan dari jabatannya, dan 10 0rang guru dikenai sanksi karena kasus PEMALSUAN ANGKA KREDIT untuk KENAIKAN PANGKAT.

Entah apa yang melatar belakangi kejadian ini, namun ini merupakan AIB yang sangat memalukan. Guru (termasuk Kepala Sekolah) yang seharusnya menjadi teladan bagi anak didiknya, memberi contoh buruk dengan sikap tidak jujur dan tidak bertanggung jawab hanya demi sebuah kenaikan pangkat. Memang tidak menutup kemungkinan bahwa yang diberitakan ini hanya kasus kecil yang nampak dipermukaan, namun barangkali bahwa kenyataannya jauh lebih parah dari kasus ini.

Sebagai seorang guru, saya sangat malu mengikuti berita tersebut. Sepanjang pengetahuan saya, PROFESIONALITAS,  bukan karena pangkat yang tinggi dan juga bukan karena adanya SERTIFIKAT PROFESI dengan tunjangannya. Namun seharusnya profesionalitas itu ditunjukkan dengan INTEGRITAS, baik dari sisi kepribadian, maupun dari sisi kemampuan melaksanakan tuntutan profesi secara utuh. Tentu saja, KEJUJURAN merupakan salah satu komponen penting dari profesionalitas tersebut. Sehingga jika seorang guru sudah melakukan pemalsuan, maka secara etika dia sudah tidak jujur, dan tentunya sudah tidaqk layak lagi menjadi guru. Apalagi dalam terminologi Jawa, guru haruslah BISA DIGUGU dan DITIRU.

Saya berharap, bahwa kasus-kasus yang mencoreng citra guru seperti kejadian di Kulonprogo pada tahun lalu, dan di Pekalongan pada kesempatan terakhir ini tidak terjadi lagi di tempat lain dan di waktu yang akan datang.  Seharusnyalah para guru bisa menjaga integritas dirinya, walaupun mungkin penghasilannya tidak sebesar gaji anggota dewan. Namun saya yakin bahwa gaji para guru PNS sudah jauh lebih layak daripada gaji para guru GTT di sekolah-sekolah swasta, yang kadang-kadang tidak cukup untuk membeli 10 kg beras. Harusnya mereka malu kepada para guru yayasan yang secara profesional menjalankan profesinya, meskipun mereka belum diakui sebagai guru PROFESIONAL, sebab sampai saat ini belum tersertifikasi dan pendapannya tidak cukup untuk makan seminggu.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/09/28/97635/Tiga-Kepala-Sekolah-di-Pekalongan-Diberhentikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun