Hari ini beberapa pengecer saya datangi, dan semua menjawab sudah tidak memiliki persediaan. Sementara untuk membeli minyak tanah juga sudah tidak ada pengecer yang menjual, kecuali pada beberapa SPBU yang menjual Pertamnina dex, yang dengan kemasan 5 kg seharga Rp. 45.000,- Haruskah kami kembali menggunakan kayu bakar? Secara logis itu adalah pilihan yang tepat bagi keluarga yang mempunyai dapur cukup luas, namun bagi keluarga yang dapurnya sangat sempit pilihan itu cukup memusingkan.
Jadi apa sebenarnya maunya pemerintah (PERTAMINA)? Haruskah kami tetap menggunakan gas elpiji seperti dianjurkan pemerintah? Atau kami harus menggunakan minyak tanah yang juga sulit mencarinya? Jika kami kembali menggunakan kayu bakar, berapa lama lagi persediaan kayu bakar masih bisa diperoleh. Sebab meskipun kami tinggal di desa, kebanyakan kami tidak memiliki pohon untuk diebang sebagai kayu bakar, sebab lahan yang kami miliki Cuma 100 m2 untuk bangunan rumah.
Jika pemerintah konsisten dengan program konversi minak ke gas, sudah seharusnya persediaan di pasaran dijamin ketersediannya. Jika tidak, maka kekecewaan dan rasa ketidakadilan menghinggapi perasaan mayoritas rakyat yang masih membutuhkan gas elpiji 3 kg, sebab untuk mengganti dengan tabung kemasan 12 kg terkendala dengan harga tabung yang tidak terjangkau oleh masyarakat dengan penghasilan kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H