Mohon tunggu...
Kang Sugita
Kang Sugita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang bapak guru di pelosok gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Hari Pertama Sekolah dengan Perploncoan?

18 Juli 2016   17:26 Diperbarui: 18 Juli 2016   18:25 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sore ini sambil duduk melepas lelah, kuikuti siaran berita televisi. Kebanyakan memang berisi berita tentang kesibukan hari pertama masuk sekolah. Ada berita kunjungan mendadak Pak Menteri ke sebuah sekolah dasar, ada juga berita Gubernur Jateng yang mengantar anaknya ke sekolah.

Namun ada juga berita terabaikannya pelayanan masyarakat di beberapa kantor pemerintah, karena para pegawainya mengantar anaknya pada hari pertama masuk sekolah sesuai himbauan Mendikbud. Namun berita yang lebih banyak ditekankan oleh para pewarta adalah adanya "perploncoan" yang dilakukan terhadap siswa baru di beberapa sekolah. Termasuk dalam hal ini adalah "penggundulan" rambut siswa yang tidak rapi. 

Kegiatan yang bersifat "perploncoan", selain berseberangan dengan surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai seorang guru saya juga memandangnya sebagai suatu yang tidak bermanfaat. Apalagi jika siswa diharuskan mengenakan atribut-atribut yang aneh-aneh, serta kadang harus membawa barang yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengenalan lingkungan sekolah. 

Namun, untuk urusan pendisiplinan siswa dengan merapikan rambut siswa (menurut istilah wartawan "penggundulan), saya memakluminya. Sebab, jika rambut siswa sudah tampil tidak rapi, dalam kata lain "urakan", pada perkembangannya akan mengarah ke hal-hal negativ lainnya. Potongan/gaya rambut tentu saja berpengaruh kepada perangai/perilaku yang bersangkutan. Meskipun tidak bisa digeneralisir, namun potongan rambut urakan menunjukkan watak urakan juga (mungkin tidak berlaku bagi sebagian seniman).

Dalam hal ini, wartawan menyorotinya sebagai suatu keburukan yang dilakukan sekolah, dan berita itu diekspos besar-besaran. Dengan demikian ada kesan bahwa mayoritas sekolah melakukan "kekerasan" yang sama terhadap setiap peserta didiknya. Mengapa pihak wartawan tidak juga menampilkan berita masa pengenalan lingkungan sekolah di beberapa sekolah yang sama sekali tidak terjadi "perploncoan"?  Untuk apa? Setidaknya, jika diliput kegiatan pengenalan lingkungan sekolah tanpa perploncoan, dapat dijadikan penyeimbang berita, dan mungkin juga bisa dijadikan rujukan bagi sekolah-sekolah mengenai pelaksanaan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah tanpa perploncoan dan tanpa kekerasan.

Jika wartawan mau, datanglah ke sekolah kami. Kegiatan pengenalan lingkungan sekolah dilakukan di dalam ruangan kelas dengan pembekalan mengenai tata cara belajar yang baik, tata karama pergaulan sekolah, bahkan kami mengundang pihak kepolisian untuk memberikan penyuluhan mengenai tertib berlalu lintas maupun pencegahan narkoba. 

Kami juga mengundang pihak puskemas untuk masalah kesehatan, dan bahkan kami mengundang penyuluh dari KUA untuk memberi pengertian mengenai pencegahan perniakahan usia dini bagi siswa-siswa tahun kedua dan ketiga. Jadi kegiatan awal tahun ajaran baru bukan hanya bagi siswa baru, namun bagi seluruh siswa dengan porsi masing-masing. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun