Mohon tunggu...
Kang Sugita
Kang Sugita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang bapak guru di pelosok gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prematur

18 April 2019   16:54 Diperbarui: 18 April 2019   17:09 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata prematur sering kita dengar dalam pembicaraan sehari-hari. Istilah ini lebih biasa digunakan dalam konteks kelahiran seorang bayi/janin yang belum masanya menurut perhitungan masa kehamilan seorang wanita. Bayi disebut lahir prematur, bila dia terlahir pada usia 7 bulan kelahiran, atau sebelum 28 minggu kehamilan seorang ibu. Hal itu dikarenakan pada umumnya, seorang ibu akan melahirkan setelah mengandung janin/bayi selama 9 bulan 10 hari  atau 37-38 minggu.

Namun istilah ini juga sering digunakan untuk menyatakan kondisi-kondisi dalam kehidupan bermasyarakat. Orang sering terlalu gembira dan bahkan merayakan suatu kemenangan yang belum sepenuhnya dalam genggaman. Dalam berbagai lomba sering terjadi, seorang peserta lomba sudah merayakan kemenangan sebelum lomba berakhir, namun kejadian berikutnya menyebabkan pelomba itu harus menyesali kekeliruannya. 

Ada serorang pebalap sepeda, yang begitu mendekati garis finish, 100 meter sebelum finish dia sudah merayakan kemenangan. namun kemalangan menimpa dirinya. Karena terlalu yakin dengan kemenangan, lupa diri, sehingga kontrol keseimbangannya lepas dan terjerembab jatuh beberapa meter sebelum garis finish. Sementara itu beberapa pebalap di belakangnya terus berpacu dan mendahului melintasi garis finish.

Ada pula kejadian pada final liga Champion Eropa antara AC Milan melawan Liverpool. Unggul 3 - 0 saat akhir babak pertama, nampaknya melambungkan kegembiraan yang terlalu awal. Ternyata pada babak kedua Liverpool mampu memanfaatkan kelengahan pemain AC Milan untuk menyamakan kedududkan 3 - 3 pada saat akhir babak kedua. Dan kejadian berikutnya, AC Milan harus menelan kekalahan dengan menunduk malu.

Atau, coba kita saksikan kejadian berikut. Pada saat adu tendangan penalti, penendang merasa gagal melaksanakan tugas karena tendangannya membentur mistar. Sementara itu penjaga gawang dengan jumawa merayakan kemenangan. Namun ternyata Allah berkehendak lain. 

Bola yang menerpa mistar gawang, memantul ke tengah kotak penalti, dan setelah memantul di tanah bergulir ke dalam gawang dan dinyatakan gool. Jia si penjaga gawang tidak jumawa, dan tetap konsentrasi kepada bola dan menangkap bola yang melayang jatuh, maka kemenangan ada di pihak penjaga gawang. namun yang terjadi adalah si penjaga gawang harus menahan malu, dan mungkin dimarahi seluruh anggota tim, dianggap sebagai biang kerok kekalahan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun