Mohon tunggu...
Kang Sugita
Kang Sugita Mohon Tunggu... pegawai negeri -

seorang bapak guru di pelosok gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendambakan Suasana Ibadah Sholat yang Khidmat

17 April 2017   19:39 Diperbarui: 17 April 2017   20:22 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saudara-saudaraku yang muslim mungkin juga pernah mengalami, menyaksikan kejadian yang sering saya hadapi. Ketika kita tengah sholat berjama'ah di mesjid, mushola, langgar, surau, atau apapun namanya tempat ibadah kita umat Islam; ada anak-anak yang berlarian di depan barisan/shaff sholat, atau mereka bersenda gurau dan bermain-main dengan meriahnya di sela-sela jama'ah yang sedang menunaikan sholat. 

Sebagian di antara kita mungkin merasa terganggu dengan kondisi itu; sehingga merasa bahwa sholatnya tidak khusyu'. Sebagian lagi mungkin sudah bisa menyingkirkan semua gangguan yang ada di sekitarnya, dan memusatkan hati dan fikirannya hanya kepada Allah; sehingga tetap mampu sholat dengan begitu khusyu'. Terus terang, saya termasuk bagian yang masih mudah terganggu oleh kegaduhan yang ditimbulkan oleh polah tingkah anak-anak yang belum bisa memahami bagaimana seharusnya (etika) ketika berasa di dalam tempat ibadah, apalagi tengah berlangsung sholat jama'ah.

Kejadian yang tidak diharapkan pernah terjadi sebagai akibat perilaku anak-anak yang bermain-main, bahkan berkejaran di sela-sela jama'ah yang sedang sholat. Ada anak yang tersandung lipatran tikar/karpet sehingga terjatuh. Si anak yang kesakitan menangis, sementara para orang tua, termasuk bapak/ibu si anak yang kesakitan belum menyelesaikan sholatnya. Pada kesempatan lain, seorang anak kecil tiba-tiba berhenti dari kejar-kejaran, mendekati anggota keluarganya karena ternyata si anak kebelet kencing/buang air besar.

Kejadian lain yang merugikan orang lain adalah ketika seorang anak yang berjalan-jalan di depan shaff orang yang sholat tanpa dia sadari menginjak kacamata milik salah satu jama'ah yang kebetulan ditaruh di tikar/karpet di depan dia berdiri sholat. Jika kacamata itu kaca mata yang sangat penting bagi pemiliknya untuk membantunya dalam membca atau berjalan (bukan sekedar kacamata hiasan/fashion), maka hal itu pasti sangat merugikan dan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pemilik kacamata. Kalau lencanya pecah, atau framenya patah, maka kejadian itu pasti sangat mengganggu aktivitas pemiliknya. 

Ketika permasalahan ini, kegaduhan dan ketidakkhidmatan dalam sholat yang ditimbulkan oleh anak-anak saya sampaikan kepada jama'ah lainnya; memang sebagian ada yang merasa terganggu. Namun ada juga yang mengatakan, bahwa seharusnya kita yang sudah dewasa memantapkan niat dan hati ketika menghadap kepada Allah (sholat) hati harus menyatu hanya kepada Allah. Anak-anak tidak boleh dilarang, karena memang secara psikologis pada usianya adalah masa bermain. Selain itu, anak-anak diajak ke tempat ibadah adalah dalam  rangka membiasakan hati anak agar terikat kepada tempat ibadah. 

Bagi saya, bukannya melarang anak-anak bermain dan bersenda gurau. Namun bagi orang tua harus bisa memberikan  dan menanamkan pengertian kepada mereka apa yang kita sebut tatakrama/etika di tempat ibadah. Orangtua harus meyakinkan kepada anak-anaknya, bahwa berjalan di hadapan orang yang tengah sholat adalah suatu dosa. Kalaupun si anak yang masih kecil belum dikenakan hukum dosa, namun orang tuanya yang membiarkan kesalahan itu berlarut-larut, apalagi menganggap bahwa itu bukan kesalahan; maka sesungguhnya dia telah melakukan kesalahan melalaikan kewajiban memberikan pendidikan kepada anaknya.

Ada yang mengatakan bahwa harapan saya itu, suasana ibadah berjama'ah tanpa gangguan keributan anak bersenda gurau dan berlarian di dalam masjid (di tengah-tengah shaf jama'ah) sulit diwujudkan. Sulit?? Mungkin, namun bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan. Jika para orang tua dan muslim yang sudah dewasa dapat memberikan tuntunan dan teladan kepada anak-anak kecil yang ada, Allah Subhana Wa Ta'ala akan memberikan jalan terwujudnya harapan saya itu (mungkin juga harapan sebagian besar umat Islam). 

Setidaknya saya dapat memberikan satu contoh. Di sebuah mushola kecil, Mushola At Taubah, di atas bukit di perbatasan Gunungkidul dengan Klaten, saya pernah merasakan suasana ibadah berjama'ah tanpa gangguan yang ditimbulkan oleh anak-anak yang bermain dan bersenda gurau. Bukan karena tidak ada anak-anak di antara jama'ah, namun karena hasil tuntunan dari orang tuanya dan jama'ah yang lebih dewasa; mereka bisa mewujudkan suasana ibadah yang khidmat. 

Ketika saya datang di mushola kecil ini dan mendekati tempat wudhu, beberapa anak yang masih di luar mendekati saya, mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan mencium tangan. Sebagian besar anak-anak itu sama sekali belum mengenal saya, namun mereka menghormati orang yang lebih tua. Selama mereka menunggu sholat jama'ah, mereka bergurau bdengan riuhnya.  Namun ketika iqomat dikumandangkan dan sholat jama'ah dimulai, mereka berbaris rapi di dalam shaff dan mengikuti sholat berjama'ah tenpa menimbulkan suara apapun, selain suara akibat pergerakan dari rukun-rukun sholat. Yang terdengar hanya suara imam, suara ma'mun hanya bacaan aamiin di akhir Al Fatihah dant bacaan mengikuti gerakan imam. 

Kepada para orang tua muslim, dan juga kepada para pemuka agama Islam, marilah kita usahakan semaksimal mungkin, suasana ibadah sholat berjama'ah yang khusyu' dan khidmat; bebas dari gangguan kegaduhan anak-anak kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun