Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu "korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
Kesdaran anti korupsi harus ditanamkan mulai dari diri sendiri dan harus diajarkan sedari dini. Dan jika keduanya sudah terlaksana, maka diperlukan juga sosialisasi sebagai bentuk peningkatannya, mulai dari lingkungan yang kecil sampai lingkungan yang cakupannya cukup besar.
Selain itu, setiap orang harus memiliki integritas sebagai benteng diri, agar bisa menahan diri untuk tidak ikut melakukan tindakan korupsi. Dan salah satu ciri seseorang memiliki integritas yaitu selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran.
Oleh karena itu, untuk mengetahui tingginya tingkat kejujuran yang mencerminkan integritas seseorang, maka dilakukan pengamatan di lingkungan Masjid Al-Ikhlas yang terletak di komplek Perumahan Bhakti Persada Indah, yang selama Romadhon ini selalu menyediakan nasi bungkus gratis bagi para jama'ah. Dari hasil wawancara singkat dengan salah satu panitia, diketahui Masjid Al-Ikhlas ini setiap harinya menyediakan 350 bungkus nasi, dan terkadang ada warga yang ikut menambahkan, sehingga total nasi yang terbagi bisa mencapai lebih dari 350 bungkus perhrinya.
Nasi ini dibagikan kepada para jama'ah masjid yang datang dan turut mendengarkan kajian sore sebelum berbuka. Para Takmir masjid dan DKM saling membantu untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Mulai dari menyiapkan tempat yang bersih, menata meja untuk tempat termos yang berisi teh dan gelas-gelas, juga menunangkan air ke setiap gelas yang kemudian di tata ke dalam keranjang gelas untuk siap diambil oleh para jama'ah.
Sejauh yang diamati, pembagian nasi bungkus di Masjid Al-Ikhlas berjalan dengan baik. Satu orang hanya berhak mendapatkan satu bungkus nasi, dan harus diambil oleh yang bersangkutan, tidak bisa diwakilkan oleh temannya. Sikap ini sangat menekan angka kecurangan dan ketidakjujuran dari oang-orang yang suka mengambil melebihi dari haknya, dan itu artinya mereka juga telah mengambil yang seharusnya menjadi hak orang lain. Kecurangan kecil ini, jika dibiarkan terus menerus akan berkembang menjadi benih dari kejahatan korupsi yang mana itu adalah tindak kejahatan sosial yang harus diberantas.
Dan di Masjid Al-Ikhlas, kesadaran anti korupsi masih terbangun. Terbukti dari kejujuran para Jama'ahnya yang sebagian besar adalah Mahasiswa/i, mereka mengambil sesuai haknya, dan tidak ada kecurangan saat mengambil. Sehingga, sesuai dari apa yang telah diamati, dapat diambil kesimpulan, bahwa kesadaran anti korupsi di lingkungan Masjid Al-Ikhlas masih cukup terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H